27/03/2024

Nasib para buku

Belum genap 10 tahun saya menemukan "circle" atau orang-orang yang suka baca di instagram. Akan tetapi saya bersyukur sudah mencoba membuat akun di aplikasi itu yang memberikan kesempatan saya mengenal beragam genre buku, khususnya fiksi. Maklum, di dunia nyata... saya tidak banyak bertemu pembaca buku. Beberapa teman kuliah saya juga suka buku, tapi tidak banyak rekan kerja yang pembaca buku.

Keluarga saya pembaca buku, tapi tidak semua. Ayah saya suka baca, tetapi saya mengenal banyak bacaan dari kakek saya--ayahnya ibu saya. Lebih tepatnya, saya tahu buku-buku Hamka dari koleksi beliau dengan ejaan lama. Kurang lebih 3 tahunan saya tinggal bersama kakek nenek saya ketika saya mengenyam sekolah dasar+diniyah di tingkat akhir, dan pulang ke rumah orang tua saya saat sabtu sore. Selama itulah saya yang punya jiwa "kepo" suka mencari bacaan anak-anak seperti majalah mentari dan komik lawas nabi-nabi --yang saya lupa penerbitnya-- di antara buku-buku Islam yang susah saya mengerti saat itu. 

Mengingat masa lalu saya yang suka membongkar koleksi kakek saya, saya merasa bersalah saat menyadari buku-buku itu sekarang tidaklah terawat dan terbaca sebagaimana seharusnya. Saya juga sudah tidak lagi tinggal di rumah itu, dan saya merasa tidak mampu memahami buku-buku dengan ejaan yang lama bila 'mereka' saya bawa keluar dari rumah itu. Singkat kata, sepeninggal kakek saya... para buku itu terasa tidak bermakna karena tak ada pembaca buku di rumah itu. Kondisi buku-bukunya mengenaskan karena lemari yang digunakan untuk menyimpan buku-buku itu berbeda dari sebelumnya. Karena suatu hal, saya tidak bisa cerita mengapa lemarinya "berubah".

Begitu juga kehidupan buku-buku dan saya di rumah sekarang. Ayah saya dan saya sama-sama punya koleksi buku sendiri-sendiri. Kami sering sortir buku-buku kami setiap sekian waktu sekali. Bila ada program jual buku/baju untuk disumbangkan, insyaAllah kami ikut. Hanya saja ...harga dan manfaatnya jelas beda bila diberikan kepada orang-orang yang ingin membaca isinya. Itulah mengapa kadangkala saya bagikan buku-buku tertentu pada rekan instagram. Bila ingin bersedekah dari penjualan buku, maka uang bisa diperoleh dari menimbang dan menjual beberapa tumpuk buku yang ada. Bila ingin dijual per buku kepada sesama pembaca buku, bisa dapat harga lebih tinggi. Namun bila ingin memberikan cuma-cuma secara langsung atau pada pembaca berjarak jauh, mengganti ongkos kirim cukup meringankan siapa saja yang ingin membaca buku yang ada.

Mengapa kegiatan memberikan buku ini perlu? 

Mungkin ada yang mengira kegiatan mengurangi koleksi ini sebagai wujud pengurangan "hisab" saat hari akhir. Alasan itu memang benar. Hanya saja saya punya alasan lain. Semacam, saya tidak tahu apakah orang-orang sepeninggal saya akan suka baca buku juga? Sepertihalnya buku-buku kakek saya yang mempunyai ejaan lama dan susah dipahami, tiap jaman bisa mempunyai gaya bahasa dan ejaan yang berbeda. Dampaknya, siapa saja yang tinggal bersama buku-buku kakek saya --yang memang bukan pembaca buku-- semakin enggan untuk memahami apa yang ada di dalamnya. Begitu juga nasib buku-buku saya. Bisa saja nanti orang-orang di tahun-tahun yang akan datang... generasi muda-nya tidak paham dengan bahasa dari buku-buku yang saya punya. Dengan susahnya bahasa dan kurangnya minat baca yang sekarang saya sadari ada di sekitar saya, saya kadang bertanya-tanya 'Bagaimana nanti kondisi buku-buku saya? Apakah kelak akan seperti buku-buku kakek saya? Apakah akan ada yang berkenan membaca buku-buku saya seperti saya saat ini?' 

Di tengah ketidaktahuan saya, rasanya sekaranglah waktu yang tepat untuk berpesan pada orang terdekat, mau diapakan buku-buku yang ada bila saya tiada. Saya ingin mereka tetap berguna saat saya tiada, sebagaimana mereka berguna saat saya sekarang masih ada.
 

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)