16/10/2011

Dulu terabaikan

Teman, berada di tempat yang benar-benar baru perlu meningkatkan rasa kewaspadaan penuh. Salah satunya makanan. Jika sebelumnya saya pernah terjegal dengan yang namanya MSG dan kawan-kawan, maka kali ini masalah makanan lebih pada sesuatu yang sangat mendasar, yaitu ke Halalannya. Mungkin dulu logo halal dapat dengan mudah ditemukan di toko-toko penjual makanan ringan, atau bahkan membeli ayam di ‘orang yang dipercaya’ pun dapat dilakukan dengan ringan, maka sekarang tidak akan bisa semudah itu. Namun tidak jarang juga di negara sendiri, para makanan berlogo halal pernah dinyatakan tidak halal setelah ditemukan beberapa kandungan yang ‘bermasalah’ beberapa tahun kemudian, kandungan yang biasanya ditampilkan dalam E-code series he3

01/10/2011

Bahasa Inggris

Teman, belajar bahasa Inggris itu perlu. Di samping itu, belajar budaya juga sangat perlu. Paling tidak, untuk siapa saja yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri/suatu negara tertentu.  Mungkin akan ada yang berpendapat, “ah namanya juga bahasa Inggris, paling intinya sama”. Ya, memang ada benarnya. Namun, bahasa Inggris itu erat kaitannya dengan budaya suatu negara tertentu. Bagaimana seseorang mengucapkan suatu vocab tertentu di suatu negara bisa sangat berbeda dengan pengucapan yang kita dengar dari film-film berbahasa Inggris. Berikut adalah tiga vocabs yang diperoleh dari hasil pengamatan dan menjadi telah menjadi budaya warga setempat dalam kehidupan sehari-hari.

  • Kalau mau bertanya tentang sesuatu, meminta tolong, permisi karena akan melewati jalan yang dihalangi seseorang/lebih, kata Excuse me menjadi wajib untuk diucapkan dalam kondisi semacam ini.
  • Thank you menjadi kata penting lain untuk penghargaan terhadap kesempatan yang diberikan, bantuan,  atau saat keluar dari bus.
  • Untuk orang yang baru beradaptasi atas aksen bahasa suatu negara, fungsi pendengaran masih berada di level low. Alhasil, ketika meminta kesediaan lawan bicara mengulang pernyataan yang disampaikan, kata Sorry atau pardon menjadi penting untuk diucapkan.

Kemudian, hal yang membahagiakan dalam berkomunikasi adalah antara dua pembicara atau lebih mengerti apa yang dibicarakan. Ga jarang lho kalau sudah ngomong, susunan S-P-O-K dalam pembicaraan  ga beraturan : D grammer menguap, pronounciation ajur dan sebagainya, maklum English nya pas-pas an. Namun yang menarik adalah sehancur-hancurnya pronounciation, dia akan membaik dengan semestinya (sesuai dengan negara tertentu). Bagaimana membaik nya? Coba ajak bicara native speaker. Ketika dia bertanya tentang suatu term yang dia tidak mengerti, ada kemungkinan kita perlu memberi tambahan informasi pada term tersebut, dan ada kemungkinan kalau pengucapan kita tidak sesuai dengan bagaimana dia mengucapkan term tersebut. Jadi, belajar dari kesalahan itu perlu hehehe.

Ada perbedaan juga ketika berkomunikasi antara warga sini dengan warga di negara asal. Di sini, setelah mengamati mereka bercakap-cakap. Selama percakapan terjadi, kedua orang sama-sama talk active. Maksudnya, jika satu orang berbicara atau bercerita tentang kondisi hari ini yang cerah, maka lawan bicaranya akan merespon dengan kata-kata “absolutly”,” wow”, “yeah”, “yup”, “ right”, “great”, “wonderful”,etc (menyela; bukan di akhir pembicaraan si pembicara awal). Sedangkan di negara asal, jika ada dua orang saling berkomunikasi, pembicara kedua akan merespon setalah pembicara satu menyesaikan apa yang ingin diutarakan.

Hal lain yang menarik adalah beberapa kata dalam bahasa Inggris waktu diajarkan di sekolah dikaitkan dengan penggunaannya di luar negeri. Tidak selalu respon yang diterima setelah mengucapkan “thank you” adalah “you are welcome”. Beberapa orang mengatakan “It’s Okay”, “ Never mind”, “No matter” atau bahkan “Good night” (seusai mengucapkan terimakasih pada sopir bus di malam hari). Kemudian kata lain adalah “How are you?”, maka respon yang tercetak di text book q waktu sekolah dasar adalah “I’m fine, thank you”. Kita bisa menerima jawaban, “good”, “I’m not good now”, “very well”, dan bisa juga mendapat respon deskripsi narasi sesuai dengan kondisi lawan bicara saat itu.

Oke, demikian cerita tentang penggunaan bahasa Inggris oleh orang yang pas-pas an bahasa nya. Sampai ketemu cerita selanjutnya.

Elderly people

Kalau diingat-ingat, pertama kali mengenal istilah ini di kit Cute test – sebuah test bahasa untuk persyaratan masuk ke Curtin university – sebuah istilah untuk orang-orang yang sudah berusia senja. Sedikit dari pembahasan di materi itu adalah berkaitan dengan meninggalnya seseorang yang baru ditemukan setelah beberapa waktu kemudian (entah beberapa minggu/bulan) di suatu rumah yang ia huni sendirian. Saat itu, aku masih membayangkan bagaimana para elderly hidup sendiri tanpa keluarganya. Agak aneh jika dibandingkan dengan budaya di negara sendiri kalau orang berusia lanjut biasanya akan ditemani oleh keluarganya. Sebuah gambaran bahwa elderly people bersikap tidak terlalu turut campur dalam kehidupan pribadi anak, sepi, dan terkesan suram.

Di tempat ini, keluar dari satu pemandangan elderly yang biasa kukenal, aku menemukan pemandangan baru. Suatu informasi baru yg ter ‘add’ dengan latar budaya yang berbeda. Para elderly yang mandiri. Bukan bermaksud mengatakan bahwa elderly di negeri sendiri manja, tetapi mandiri di sini lebih menekankan bahwa mereka kemana-mana sendiri dan tidak menutup kemungkinan mereka tinggal di rumah seorang diri. Ketika berbelanja kebutuhan sehari-hari di dekat kos atau agak jauh, dapat ditemukan elderly people yang juga berbelanja. Mereka menggunakan sebuah troli yang bisa memuat barang-barang belanjaan. Mereka juga ikut duduk-duduk di halte bus utk menanti bus umum yang membawa mereka berkelana ke manapun mereka inginkan. Meski terlihat ringkih dan tertatih-tatih karena kecepatan berjalan mereka seirama dengan pergerakan jarum jam dari satu detik ke detik berikutnya, mereka tetap saja beraktivitas seorang diri dengan ditemani semacam jagrak sebagai alat bantuan untuk berjalan. Suatu pemandangan yang masih sedikit mengiris hati tapi patut diapresiasi. Mengiris hati karena mengingatkanku pada almarhumah nenek tapi patut diapresiasi atas upaya yang mereka lakukan. Pembelajaran yang dapat kuambil adalah “seperti apapun kondisi yang ada pada diri kita, hendaknya kita terus berjalan mengarungi kehidupan meskipun dengan nilai kecepatan yang sangat kecil. Hingga diambilnya kesempatan kita untuk berjalan di akhir episode kehidupan ini.”

Hal yang sama antara elderly people di negara ini dengan negara sendiri adalah bagaimana sikap mereka pada yang lebih junior. Ada elderly people yang ramah dan ada juga yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Dengan kemampuan bahasa Inggris ku yang pas-pasan, elderly people ramah sangat menyenangkan ketika bercakap-cakap. Seringkali, mereka menyapa dengan mengomentari kondisi cuaca (matahari yang hangat, angin yang dingin, dsb) sebagai pembuka percakapan. Kemudian bertanya mau kemana, dari negara mana, sudah berapa lama di negara ini, dan pertanyaan lain sesuai dengan kondisi dimana kami berada saat itu dengan durasi waktu tertentu. Bahkan jika waktunya cukup lama (ketika menunggu bus di hari sabtu/minggu), ada yang sampai bercerita tentang negara asal, di negara mana saja keluarganya berada, dan bahkan mendiskusikan pertimbangan untuk menetap di negara ini.

Kemudian, bagaimana perlakuan sekitar terhadap para elderly di sini? Yah, mereka diperlakukan seperti warga negara lain yang masih muda (dalam perolehan hak). Namun, yang nampak berbeda adalah ketika menggunakan transportasi umum, salah satunya bus. Ada bagian tertentu bus yang diperuntukkan untuk para elderly dan para ibu pembawa troli bayi (di sini bayi dan balita diletakkan dalam troli – tidak ada yang digendong, kecuali berusia sangat muda dan ini jumlahnya tidak banyak), letak tempat duduk ini di bagian depan sampai agak ke tengah bus. Kursi di area tersebut juga bisa dilipat, sehingga troli tidak makan banyak tempat di dalam bus. Ketika mereka datang, orang-orang langsung berdiri dan mempersilahkan mereka untuk menempati area tersebut. Jika kursi bagian belakang sudah penuh, maka orang-orang ‘mengalah’ tadi akan tetap berdiri sampai tiba di tempat tujuan mereka.

Ya, begitulah sedikit cerita yang tertangkap selama di sini. Mungkin informasi tentang mereka akan ter’upgrade’ seiring berjalannya waktu. Paling tidak, gambaran tentang para elderly di negara ini dan di negara asal telah ter’capture’ dalam ingatan. Semoga ini bisa menjadi bahan tambahan untuk memutuskan bagaimana memperlakukan para elderly seharusnya (terutama bagaimana akan memperlakuan orang tua sendiri saat ini, bagaimana bentuk penghargaan kepada mereka), atau bahkan untuk siapa saja yang mencoba berdamai dengan ‘kekritisan’ para elderly J.