01/06/2017

Resensi Buku: My Grandmother Asked Me to Tell You She’s Sorry




Judul buku: My Grandmother Asked Me to Tell You She’s Sorry
Penulis: Fredrik Backman
Penerjemah: Jia Effeandie
Penerbit: Noura Books
Cetakan: Pertama/2016
Ketebalan buku: 489 halaman
Kategori: Novel
ISBN: 978-602-385-164-5
Rate: 4 of 5 










Blurb

Pernahkah kau merasa ingin pergi dari dunia nyata? Saat kau terasingkan, dan orang-orang di sekitarmu tampak tak memerdulikanmu, bahkan seakan membencimu?

Elsa sering merasa demikian. Misalnya, saat teman-teman menghukumnya hanya karena tidak meyukai syal yang dikenakannya. Atau saat Elsa bicara jujur, mereka mencemoohnya. Sangat jelas mereka membenci Elsa. Itu semua karena Elsa berbeda dari anak lainnya.

Elsa pernah bertanya, apakah menjadi berbeda itu salah? Nenek berkata bahwa menjadi berbeda itu bagus, dan teman-temannya saja yang bodoh. Lalu nenek berkisah tentang dunia yang berisi pahlawan dan mekhluk negeri dongeng. Negeri istimewa yang hanya bisa dikunjungi anak-anak istimewa. Semenjak itu, Elsa sering pergi ke negeri dongeng kapan pun dia mau, bersama Nenek, tentunya.

Sampai suatu saat, Nenek tak bisa lagi menemani. Nenek harus pergi, sangat jauh, sendiri. Sebagai permintaan terakhir, Nenek mengirim Elsa untuk menjalani sebuah misi. Misi khusus yang hanya sanggup dijalankan oleh Elsa dan kelak bisa mengubah jalan hidup siapa pun yang terlibat di dalamnya.


Menurut  saya, bagian cover buku ini cukup mewakili apa yang tertulis dalam buku ini. Hujan dan anak kecil berpayung, cocok untuk menggambarkan Elsa yang sedang berusaha melewati masa berkabung atas kematian neneknya. Ditambah bagian belakang cover buku juga memberikan sedikit petunjuk bagaimana Elsa di tengah teman sebayanya. Sesuatu yang cukup menimbulkan tanda tanya, misi apa yang hanya sanggup disampaikan oleh Elsa.

Karakter

Hampir sepertiga buku berisi detil dan deskripsi para karakter yang berperan dalam cerita ini. Tidak hanya Elsa dan neneknya saja, tetapi seluruh warga yang tinggal dalam gedung flat yang sama dengan Elsa dibahas. Saya sempat ‘menuduh’ penulis ini tidak fokus pada cerita Elsa dan Nenek karena ‘saking’ banyaknya karakter yang bertebaran. Namun bertambah halaman, saya semakin paham bahwa Elsa harus menyampaikan pesan dan permintaan maaf nenek untuk mereka. Tentu saja predikat karakter yang kuat dalam cerita ini tetap ‘dipegang’ oleh Elsa dan Neneknya. :D
"Bolehkah aku meminjam telepon Nenek?"

"Untuk apa?"
"Untuk memeriksa sesuatu."
"Dimana?"
"Online."
"Kau menginvestasikan banyak waktumu di internet."
"Maksud Nenek, 'menghabiskan'."
"Maaf?"
"Maksudku, bukan begitu cara memakai kata 'investasi'. Nenek tidak akan bilang, 'Aku menginvestasikan dua jam membaca Harry Potter dan Batu Bertuah', kan?"
Nenek hanya memutar bola mata dan menyerahkan teleponnya kepada Elsa. 
"Pernahkah kau mendengar tentang seorang gadis yang meledak karena terlalu banyak berpikir?" -- (hal.7)

Di awal cerita, usia Elsa belum genap delapan tahun. Ia berasal dari keluarga ‘broken home’, dan memiliki perbedaan kemampuan kognitif di antara teman sebaya. Itulah mengapa ia hanya akrab dengan neneknya. Selain itu, wikipedia adalah salah satu situs favorit Elsa untuk mengakses informasi yang belum ia ketahui. Pendek kata, Elsa cerminan generasi Z yang menggunakan teknologi secara efektif. Bukan untuk bersosial media, tetapi untuk memahamkan dirinya atas sesuatu yang belum ia ketahui. Bahkan tidak jarang, Elsa mengoreksi bagaimana Neneknya berbicara.

Kalau di negara kita, usia sekian sudah paham ‘cerita si kancil anak nakal’ atau cerita nusantara yang lain, maka Elsa adalah versi ‘modern’ yang membaca Harry Potter di masa kanak-kanaknya. Ia juga mengenal Spiderman, X-Man,  dan beberapa cerita fiksi yang saya pun belum pernah membaca atau menonton filmnya. Tentu saja, kebiasaan membacanya ini bukan hal lazim di antara teman-teman seusianya. Ia pernah berkelahi dengan teman sekelasnya hanya karena Elsa ingin memilih memakai kostum Spiderman. Padahal, lazimnya anak perempuan akan memilih kostum putri, bukan Superhero. 

Meskipun Nenek terkenal nyentrik dan berperilaku tidak sesuai usianya – mereka menyebutnya terlalu bersemangat, sewaktu muda nenek adalah seorang dokter bedah. Tidak sekedar dokter yang berpartisipasi di sebuah rumah sakit, ia juga pergi menyelamatkan korban musibah tsunami dan peperangan. Di sanalah nenek bertemu dengan orang-orang yang ditolongnya. Cerdas dan berani, itulah gambaran Nenek. Tak berlebihan bila ia mewariskan bakatnya pada Elsa.

Karakter lain yang tak terduga begitu banyak dalam novel ini. Beberapa istilah juga digunakan untuk menyebut para penghuni flat dalam dunia dongeng. Nenek dan Elsa menyebut seekor anjing besar sebagai ‘Teman Kita’ atau ‘Wurf’, sesosok lelaki yang dikenal sebagai ‘Monster’ atau ‘Wolfheart’ ,dan banyak istilah lain yang mewakili para penghuni flat dalam dunia dongeng.

Plot

Cerita ini berselang seling antara dunia nyata dan dunia dongeng dalam ingatan Elsa. Selama hidup, Nenek menceritakan tokoh-tokoh rekaan dalam dunia 'Setengah-Tak-Terjaga'. Teruntuk pecinta fantasi, mungkin keberadaan cerita demikian bisa cukup menghibur. Sayangnya, saya agak terganggu dan pusing saat mencoba memahami peralihan masa kini – ingatan dongeng – masa kini lagi. Peralihan alur maju dan mundurnya ini tidak terpisahkan dengan jelas. Tergantung bagaimana Elsa ingin mengingat nama atau peristiwa tertentu dalam dunia dongeng. Cerita bisa beralih dunia dengan tiba-tiba.

Konflik

Tiap mengantarkan satu surat dari nenek untuk penerimanya, Elsa pasti akan bertanya, “Apa yang ditulis oleh Nenek?” Hampir semua penerima surat akan berujar, "Nenekmu meminta maaf." Namun Elsa bukan tipikal mudah puas atas jawaban yang diberikan oleh lawan bicaranya. Mengingat bagaimana kritisnya Elsa, dia pasti akan bertanya sampai akar. Ia selalu memastikan penerima surat benar-benar menyampaikan apa yang dituliskan Nenek untuk si penerima. Lalu, apakah para orang dewasa itu benar-benar langsung mau bicara? Tentu tidak, tidak jarang perdebatan sengit terjadi ketika para penerima surat merasa tidak perlu membagi pesan tertulis kepada Elsa. Tidak hanya diusir dan dimarahi, Elsa pun pernah hampir diculik karena berkaitan dengan perbuatan Nenek di masa lampau. Suatu kondisi yang cukup mengecoh saya di penghujung cerita.

Rekomendasi

Saya membaca beberapa reviewer merekomendasikan bacaan ini untuk segala usia. Mungkin saya akan menambahkan, bacaan ini cukup berat untuk dibaca anak-anak. Paling tidak, para calon pembaca sudah mengerti novel Harry Potter dan sejenisnya, mengingat Elsa sering mengambil contoh peristiwa dalam novel-novel tersebut. Tidak semua anak (apalagi di Indonesia) bercakap-cakap seperti Elsa; bercakap-cakap secara kritis. Mungkin, ada Kirana (balita yang menjadi model buku 'Happy Little Soul') yang saya duga bisa menjadi seperti Elsa suatu saat nanti, versi yang lebih ‘Indonesia’ tentunya. Elsa, cukup oke bila dijadikan model dalam melatih berbicara dan berterus terang, tetapi belum memperhatikan etika dalam berbicara dengan orang yang lebih tua. Sesuatu yang kurang berkenan di negara kita. Tentu saja kondisi Elsa 'berbeda'. Bagaimanapun juga, kalau buku ini dibaca anak… siapa saja yang mendampingi perlu sadar dulu kalau buku ini adalah fiksi dari 'western country'. :D