11/12/2013

Satu berita duka cita

http://www.mybloggerthemes.com/2014/04/foliocard-portfolio.html

Pagi ini, saya baru mengetahui bahwa salah seorang yang pernah meng-add saya di akun facebook meninggalkan kehidupan fana ini. Kalau tidak salah mengamati komentar yang beredar, hari senin lalu, beliau dipanggil oleh Allah S.W.T menuju alam lainnya. Tidak akan ada beliau lagi di facebook, kecuali akun tersebut dikendalikan oleh keluarganya. Sebenarnya, saya tidak pernah sekalipun bertemu secara nyata, ataupun tidak terlahir segenerasi dengan beliau. Namun hal ini tidak membuat saya dengan mudah menekan tombol “unfollow” atau bahkan “unfriend” pada halaman facebook beliau ini. Alasannya simple saja, statusnya tidak pernah “mengganggu”. Malahan, sebagian besar “mengingatkan” atas hal-hal yang perlu dibaca-baca lagi dalam pedoman hidup kita, atau sekedar kata-kata hikmah dalam sebagian besar postingannya. Tidak hanya berteman dengan beliau, sang isteri juga meng-add saya sebagai temannya. Alhasil, saya tidak lah mengenal mereka secara langsung namun tetap terhubung dalam satu akun social dunia maya. Singkat kata, saya benar-benar memiliki rekan-rekan FB dari beragam generasi.

03/12/2013

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah


Beberapa tahun yang lalu, ketika saya beserta teman-teman saya berkerumun di jajaran bangku taman di bawah pohon rindang. Di tengah pembicaraan ala kami (pembicaraan geje tak berujung hehe..), datanglah seseorang membagikan amplop berlabel sebuah lembaga anak yatim beberapa lembar. Mirip seperti yang dilakukan orang-orang yang mengaku dari yayasan tertentu di atas bus antar kota. Beberapa saat kemudian, para amplop telah berada di genggaman pemuda tersebut kembali. Setelah merapal ucapan terima kasih dan doa pada kami, ia meninggalkan kami menuju kerumunan yang lain. Setelah tak terlihat lagi, kami pun membicarakan perihal tersebut.

18/11/2013

Silent reader

Selamat malam teman, kali ini tetiba saya ingat istilah silent reader. Silent reader biasa digunakan warga blog untuk menyebut pengunjung yang sekedar membaca tulisan dalam blog tanpa meninggalkan jejak berupa komentar. Pengunjung blog seperti ini pasti ada di setiap blog atau website yang mempunyai kolom komentar atau tidak. Meskipun pemilik suatu blog sudah sangat ramah (menulis himbauan pengunjung untuk meninggalkan jejak), kebanyakan pengunjung tidak melakukannya. Bisa saja karena setelah setengah jalan membaca tulisan, pengunjung beralih mencari tulisan yang lain dan tak lupa menutup tanda close di ujung jendela. Atau bahkan, mereka tidak punya kata-kata yang ingin dituliskan, contohnya saya. Saya sering menjadi silent reader blog-blog atau website yang kaya informasi. Hihihi,,, ya memang pengen baca aja. Namun tentu saja, meskipun saya menjadi silent reader, tulisan yang saya baca pasti membawa pengaruh bagi saya.

05/11/2013

“Potong jari saya”

Akhir-akhir ini, saya dan adik saya senang berburu kartu GSM sebuah provider yang mempunyai kecepatan cukup bagus untuk berinternet ria dengan harga terjangkau; hasil saran seorang teman baik saya yang sudah lama jadi pengamat penyedia layanan internet di area Sidoarjo. Namannya saja berburu kartu dengan harga terjangkau, pencarian pun dilakukan baik via internet seperti tokobagus.com sampai counter-counter penjual pulsa yang “potensial” untuk dikunjungi. Untuk cara kedua, kami biasanya saling membagi tugas bila berpergian berboncengan dengan motor. Siapapun yang menyetir tetap bertugas menyetir sambil melambatkan kecepatan sepeda motor, sedangkan yang duduk di belakang pengemudi akanbertindak secara aktif mengamati pamphlet yang terpasang pada counter-counter potensial tersebut. Hingga suatu ketika, kami mendapatkan sebuah toko yang berhasil dijadikan “kandidat” di daerah dekat kampus Unesa Surabaya.

Beberapa hari kemudian, adik saya berkesempatan untuk menanyakan langsung kebenaran “penglihatan” kami sebelumnya. Alhasil diperolehlah suatu harga yang menurut kami memang belum pernah ada satu pun penjual yang memberikan harga yang dia tawarkan. Bahkan dia menambahkan kalimat, “Potong jari saya jika ada penjual lain yang berani jual harga di bawah harga yang saya tawarkan.” Pantas saja, sebelum bercerita tentang hasil investigasinya, adik saya berujar, “sing dodol rodo lebay mbak.” Ternyata itu lah yang terjadi hehe..

Selanjutnya, kami masih melacak tempat lain via internet, karena seperti sebelumnya kami memang mendapatkan harga yang pas melalui searching di internet sebelum akhirnya melakukan COD. Bukan karena termotivasi ingin melakukan potong tangan si penjual tadi, hanya saja kami memang ingin mencari tempat COD yang tidak terlalu jauh dari rumah dan mungkin saja sekalian bisa dijadikan langganan hehe..  Akhirnya, kami menemukan seorang penjual yang menurut kami cukup menjual kartu dengan harga terjangkau dan sesuai dengan keperluan kami sehari-hari. COD pun dilakukan di rumah beliau dan ngobrol-ngobrol ternyata beliau juga menjual kartu sejenis dengan yang dijual “penjual sebelumnya” dengan harga yang jauh lebih murah, kurang lebih selisihnya Rp.7000,-. Wow.. bisa-bisa ada yang menangis kalau adik saya mau melakukan janji penjual yang ia datangi pertama [emo geleng kepala]. Alhasil, kami cuma membeli kartu yang sesuai dengan kebutuhan kami dan pulang ke rumah dengan cekikikan.


Yah, bagaimanapun juga ya… Di atas langit masih ada langit. Bahkan untuk sesuatu yang kita belum ketahui kebenarannya, mungkin suatu saat nanti akan muncul setelah dicari-cari. Fiuh… untung saja kami ga berminat untuk mendatangi penjual pertama tapi bagaimana pun juga janji adalah janji bukan? So.. keep your promise. Jika masih terlalu sulit, mari menjaga lisan. J

*Entah mengapa, saya teringat janji-janji tak terlaksana yang telah lewat masanya, serta beberapa janji yang saya tidak tau apakah dapat menepatinya atau tidak. 

24/09/2013

Kiriman Paket

Hari ini saya sowan ke Pos Juanda. Kemarin Pak Pos yang baik hati itu menyampaikan surat keterangan untuk mengambil kiriman paket dari seseorang yang tidak berhasil diberikan langsung kepada saya. Alasannya adalah beliau tidak menemukan seorang pun di rumah yang saya tempati selama 3 kali kunjungan. Tidak masalah, dengan senang hati saya akan mengambilnya di tempat yang dimaksud. Meskipun saya belum pernah ke Pos Juanda, paling tidak ... saya bisa membayangkan letaknya di sisi jalan yang berdekatan dengan layanan jasa pengiriman barang yang pernah saya kunjungi lainnya seperti Tiki.

31/08/2013

Permainan

Mulai dari anak-anak sampai dewasa, kata ini sangat familiar di telinga kita. Bahkan, dunia permainan pun sangat dekat dengan anak-anak. Entah itu permainan yang bertujuan untuk melibatkan anak beraktivitas fisik atau pun mental. Seiring pertambahan usia, permainan pun memiliki makna sebagai kegiatan hiburan atau mengisi waktu luang. Hingga akhirnya, seluruh hidup manusia sangat dekat dengan yang namanya permainan. 

Beberapa waktu lalu, di salah satu stasiun televisi menayangkan acara yang melibatkan peserta anak-anak menghafalkan ayat Al-quran. Sebagai seorang yang mengaku beragama Islam, saya merasa malu saat itu. Ketika teman-teman berkomentar ingin memiliki anak-anak seperti di acara tersebut, saya bertamba malu lagi. Dalam hati saya berujar, “Wah luar biasa sekali teman-teman ini, mereka sudah berharap demikian. Mungkin saja, mereka memang sudah terbiasa juga menjadi penghafal sehingga sudah siap untuk “menularkan” kegiatan yang satu itu untuk bakal keturunannya. Sedangkan saya?”

Tiba-tiba saya membayangkan bagaimana para orang tua itu mendidik putra-putri mereka di usia dini. Kemungkinan besar, para orang tua itu mendidik anak-anak nya hanya sedikit atau bahkan tanpa memperdengarkan sama sekali lagu-lagu semacam “pok ami-ami belalang kupu-kupu”, tapi langsung tartil Quran. Benar saja, pada suatu kesempatan, acara penghafal quran dari kalangan anak-anak itu menayangkan wawancara yang menunjukan bahwa orang tua telah membisikkan ayat-ayat quran pada saat bayi belum berusia satu tahun (maaf saya lupa usia nya). Tentu saja komentar saya, “wow banget ya… .” sesuatu pertanyaan yang kemudian menyusul selanjutnya? Permainan jenis apa yang tidak mengurangi waktu menghafalnya? Atau, berapa jam orang tua tersebut “menjatah” waktu bermain sang anak? Bukankah anak-anak erat sekali dengan dunia bermain dan permainan? Yah, tiba-tiba saya teringat negara berkonflik yang menewaskan anak-anak penghafal quran. Pasti hiburannya cuma menghafal dan membaca quran saja. Andaikan ada mainan, jenis dan jumlahnya pun tak sebanyak di tempat kita…

Beralih pada permainan yang dibahas sebelumnya, saya jadi banyak berpikir. Jangan-jangan, apa-apa yang saya lakukan selama ini masih “ga penting”. Meskipun saya bukan pecandu game, saya lebih suka melihat adik saya bermain game, rasa-rasanya waktu yang ada sebelumnya terlalu banyak yang saya buat “main-main”. Entah itu saya “main-main” dengan cara sikap sok tahu atas kebenaran langkah yang saya ambil dalam hidup, atau sikap tak benar-benar yakin atas ketetapan pencipta saya, sikap yang akhir-akhir ini sedang sangat perlu “dipermak”.

Banyak orang bilang hidup di dunia adalah permainan, namun sepertinya sangat dangkal sekali kalau kita benar-benar hanya bermain-main (bersenang-senang menuruti keinginan dalam hati) dalam hidup ini. Meskipun saya tidak bisa sepenuhnya mengartikan ‘hidup di dunia ini adalah permainan’ itu apa, menurut saya, kita bisa menemukan banyak kesenangan hati “berjangka” atas usaha yang kita lakukan dalam dunia ini. Jika ingin menemukan kesenangan hati “berjangka panjang”, maka sebaik-baik tujuan adalah kehidupan setelah hidup di dunia ini, kehidupan sesudah mati. Jika tidak, setiap hari akan ada banyak “permainan” yang melenakan kita dari hari pembalasan. Mungkin kita perlu kerja sesuai hati entah santai entah berat, bebas pakai cara apa aja, bisa beli apa saja, menjadi populer, dan apa saja yang dirasakan hanya berjangka saat hidup di sini saja. Namun jika kita mengaku percaya bahwa kehidupan sesudah mati itu ada, kita tidak boleh berleha-leha tanpa mempersiapkan bekal untuk “nanti”. Well, hidup di dunia ini tidak mudah bukan? Ajaibnya, entah itu hidup senang atau susah, dua-duanya adalah ujian. Akankah kita “menjauh” atau “mendekat” pada Sang Penguji? Ini terserah kita bukan? J


19/08/2013

Kartun, komik, dan perhatian


Well, dunia kartun biasa diidentikkan dengan anak-anak. Entah mengapa itu terjadi, apakah karena bentuknya yang sebagian besar unyu-unyu, atau bahkan karena permainan warna yang ditampilkan dalam tokoh-tokoh kartun. Tokoh kartun juga sangat terkenal dalam pernak-pernik anak-anak. Mulai dari hello kitty jaman behaula sampai angry bird yang nongkrong di sebagian besar ponsel saat ini. Hehehe,, jeli sekali sepupu saya yang masih kecil itu menemukan sebuah game angry bird dalam fitur ponsel bawaan punya saya (maaf OOT ya he3).

Terlepas dari mana suatu tokoh kartun berasal, entah itu dari 'negara barat' atau 'negara timur' (??), tokoh kartun tidak serta merta hanya menarik anak-anak. Remaja dan dewasa pun bisa saja kepincut tampilan kartun tertentu. Apalagi kalau sebuah toko kartun mewakili suatu cerita yang menarik, wah.. bisa dipastikan, sampai usia dewasa pun orang-orang tetep melihat tayangan kartun tersebut. Ibu-ibu yang gendong bayi pun sering membeli tas atau selimut bergambar kartun bukan? meskipun bayi-nya belum kenal tokoh kartun tertentu, saya yakin orang tuanya pasti tau atau sekedar memilihkan tema kartun untuk anaknya. Entah mengapa, stereotype kartun melekat kepada anak-anak begitu kuat hingga saat ini.


Kalau sebatas bentuk beberapa kartun yang unyu-unyu, oke juga sih kartun diidentikkan dengan anak-anak. Apalagi kalau sebuah gambar saja, tidak bercerita. Namun jika sudah terbentuk kumpulan cerita, perketat lah balita dan anak-anak melihat tayangan ini dengan cara mendampingi mereka. Salah satu contohnya, kartun tom and jerry. Dulu, saya lihat tom and jerry asik banget lho. Kejar mengejar dan segala alat berat berjatuhan, dipukul sana-sini cuma benjol dan recovery dengan begitu cepat. Wow, itu saja, pikir saya film adalah film, titik. Beberapa puluh tahun kemudian, ketika saya melihat salah satu sepupu saya. Wah, perilaku 'tom and jerry' bener-bener ga asik lagi. Bayangkan, sepupu saya (sepupu yang lain lagi, maklum sepupu saya kecil-kecil) yang sangat aktif itu pukul-pukul saya berkali-kali. Sambil tertawa-tawa dan terus saja mengulang-ulang perbuatan memukul pada orang-orang dewasa yang ditemuinya. Setelah ngobrol sama tante saya, ketemu lah penyebabnya yaitu seringnya sepupu saya meniru adegan dalam beberapa tokoh kartun yang dilihatnya, salah satunya 'tom and jerry'. Yah, sejak saat itu, mulailah orang-orang dewasa di sekitarnya menjadi 'orang cerewet' yang selalu mengingatkan untuk tidak memukul, menasihati bagaimana rasanya dipukul, kondisi di film dan kenyataan itu berbeda, dsb. 


Nah pengalaman di atas cukup mewakili sisi kartun yang menampilkan kekerasan "secara lucu". Belum lagi sisi-sisi lainnya, misalkan pornografi, atau sekedar bagaimana bergaul dengan lawan jenis. Bentuk kartun yang ditampilkan dalam komik lebih bervariasi lagi. Beberapa penerbit mencantumkan PG (parental guide) atau semacam rate usia yang diperkenankan untuk pembaca: Semua Umur (SU), Remaja (R), dan Dewasa (D). Yap.. dengan adanya rating usia ini sudah cukup membuktikan kepada kita untuk berhati-hati bahwa komik bukan hanya konsumsi anak-anak semata. Apalagi beberapa orang pernah berujar, "wah bacaannya komik, masih kekanak-kanak an". Sesuatu yang diartikan oleh sebagian orang bahwa bacaan tersebut merupakan identitas bacaan anak. Sebuah pendapat yang sangat rawan diucapkan untuk masa saat ini.

Mengapa sekedar bacaan atau tontonan bagi anak-anak dan remaja perlu perhatian keluarga? bagi pecinta komik dan film, pasti paham mengapa ini perlu sekali. Meskipun rate usia sudah tertera, budaya yang diusung tokoh dalam komik tidak selalu sesuai dengan budaya kita. Di samping membaca cerita yang dibawa, melihat gambar tokoh yang cakep, segala adegan dalam gambar begitu mudah terekam dalam benak seseorang, apalagi dalam usia muda. Peluk, cium, dan mungkin cara bergaul antar remaja lawan jenis yang sebenarnya kurang sopan dalam lingkungan kita cukup deras mengalir dalam komik remaja. Memang, tanpa membaca komik yang berasal dari luar negeri, sudah banyak sinetron dan film pun menyuguhkan hal yang kurang mengajarkan moral yang baik pada generasi muda. Namun, dikaitkan dengan asumsi bahwa dunia kartun dan komik adalah "wajar" bagi anak-anak, sudah sewajarnya perhatian kepada kedua hal tersebut perlu ditingkatkan.

Yah, pada akhirnya saya belum tahu mengapa kartun sangat identik dengan anak-anak. Bahkan seseorang yang sudah dewasa dan masih melihat kartun pun diolok "ih seperti anak kecil" sudah sering terjadi. Mungkin saja film kartun memiliki cerita yang begitu ringan dan mudah dicerna oleh anak kecil sekalipun. Toh selama tontonan itu tidak berisi hal negatif tidak masalah bukan? Selamat memilih dan memilah bacan/tontonan kartun untuk teman-teman dan saudaranya. Berapapun usia kita, mari membaca dan menonton sesuatu yang bermanfaat. Apapun yang "dicerna" indera kita, akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.

10/08/2013

Lisan dan Lebaran

Setelah sebulan penuh berkah berlalu, bulan Syawal yang ‘didapuk’ sebagai ajang ‘door to door’ atau silaturrahim pun datang. Keluarga, sanak kerabat, dan para tetangga hilir mudik satu sama lain mengucap maaf dan doa di bulan ini. Momen yang sangat pas untuk belajar dan menerapkan ungkapan permintaan maaf dan memaafkan.

Kegiatan ramah tamah dan mengobrol pun tak terhindarkan, khususnya dengan sanak kerabat yang tidak bertemu setiap hari. Bercerita mulai dari kegiatan yang dilakukan setiap hari, sampai ‘prestasi-prestasi’ tertentu yang sudah menjadi hal lumrah untuk dibicarakan. Meskipun, kita tidak pernah tahu apakah pembicaraan tersebut sekedar basa-basi pemanis pembicaraan, atau memang wujud kepedulian antar anggota keluarga besar satu sama lain. Paling tidak, masing-masing dari kita perlu ingat untuk menjaga lisan.

04/08/2013

Persekitaran Kenjeran

Kemarin, saya berkesempatan lagi dengan sebagian keluarga dari ibu saya, jalan-jalan di salah satu lokasi di Surabaya. Sebenarnya, ini kesempatan kedua kami mengunjungi tempat ini sebelum lebaran. Karena ingin hunting beberapa jenis makanan berbahan dasar ikan, beberapa hari yang lalu kami berencana mengunjungi tempat yang telah kami kunjungi setahun yang lalu.

Lokasi yang kami kunjungi tidak jauh dari area Taman Kenjeran Baru dan Taman Kenjeran Lama. Arahkan kendaraan melewati Taman Kenjeran Baru sampai ke arah pemukiman penduduk yang sebagian warga nya bermata pencaharian sebagai pedagang makanan ringan olahan hasil laut. Kita bisa memilih berhenti di salah satu toko yang diinginkan untuk melihat-lihat camilan atau ikan kering yang dijual. Jika teman-teman sangat bersemangat untuk membandingkan harga produk tertentu di antara beberapa toko yang ada, cara ini boleh saja teman-teman lakukan. Namun, ada satu 'dugaan' yang kami lakukan setelah mendatangi beberapa toko tersebut. Semakin besar toko yang ada, dimana sang pedagang memiliki banyak karyawan, maka semakin mahal harga produk yang dijual. Berikut suasana yang tertangkap dan sekedar didokumentasikan lewat kamera ponsel.


jajaran krupuk yang dijemur di tepi jalan
Aneka camilan yang dijual di suatu toko


Nah, foto-foto di atas tersebut di ambil di toko-toko yang menjual camilan yang berbahan ikan seperti rengginang, lorjuk, amplang, dan bahkan beberapa camilan yang tidak terbuat dari ikan; seperti rambak dan keripik kentang. Camilan yang bisa disajikan saat lebaran di rumah. Teman-teman ingin mencicipi sebagian kudapan seperti yang ditampilkan dalam foto di atas? Silahkan mampir ke rumah saya :)

Perjalanan pun kami lanjutkan terus ke barat menuju arah Taman Kenjeran Lama. Beberapa meter melintasi Kenjeran Lama, kita bisa menemukan beberapa pedagang kupang lontong, dan segerombol pedagang ikan asap. Langsung saja, setelah kendaraan diparkir di bawah pohon yang teduh di pinggir jalan, kami mendekati para pedagang ikan asap tersebut. Kegiatan memilah dan memilih, disertai dengan kelihaian tawar-menawar, diperolehlah beberapa ikan sesuai dengan selera masing-masing dari kami. Ah, tidak jauh dari lokasi jual beli kami, sudah terlihat hamparan laut kenjeran lepas, yang tidak masuk dalam "Taman berbayar", sehingga cocok untuk sekedar melihat hamparan laut dan bebatuan di pinggirnya.


Yuk dipilih yang disukai :)

Ikan Dorang dan Gurami asap

Jajaran Ikan Pe, dan ikan tenggiri asap

Oke teman, jika ingin mengunjungi tempat-tempat yang 'melibatkan' jual beli ikan dan olahannya untuk dikonsumsi atau disajikan saat berhari-raya, daerah persekitaran kenjeran ini cocok untuk dikunjungi. Tempat lain yang pernah saya kunjungi selain tempat ini adalah daerah Kalanganyar Sedati Sidoarjo. Hanya saja bagi penggemar hasil olahan ikan seperti kerupuk dan camilan, Kalanganyar lebih terkenal dengan tempat pelelangan ikan nya, sehingga ikan segar dan rumah makan yang menjual masakan ikan, tambak dan pemancingan, lebih mendominasi lokasi ini. 

31/07/2013

Populasi dan sampel

Ketika berjalan-jalan di pasar, seorang ibu tertarik kepada buah duku yang dijual seorang penjual. Dengan langkah pasti, ia mendekati pedangang tersebut untuk melihat-lihat buah yang ada. Sambil menggerakkan jemarinya menyentuh sebuah duku yang dipilih secara acak pada keranjang tersebut, sang ibu bertanya, “berapa sekilo ini pak?”,
“sepuluh ribu saja. Mari dicicipi bu”, ujar si pedagang. 
“wah rasanya agak masam ya pak, ga bisa kurang?” sahut sang ibu lagi.
dst.

Nah dalam percakapan ini, terdapat pemandangan mengenai sampel dan populasi secara sederhana. Sebutir/beberapa butir buah yang diambil acak dari sekeranjang buah duku merupakan sampel buah duku yang dimiliki oleh pedagang tersebut. Sedangkan populasinya adalah seluruh buah duku dalam keranjang duku milik pedagang tersebut.

Apakah ada diantara teman yang ingin menambahkan cerita serupa? Tulis di kolom komentar ya J

*ide cerita berasal dari seorang pengajar beberapa tahun lalu, dengan edit setting di sana sini J

29/06/2013

Sepenggal percakapan

Di suatu pagi, di sebuah desa, saat seorang warganya telah berpulang. Tampak dari kejauhan seorang ibu dan anak bercakap-cakap.

Anak      : “Bu, apa yang dilakukan malaikat Izrail sekarang ya?”
Ibu          : ”Mungkin berkeliling mencabut nyawa manusia lainnya.”
Anak      : ”setiap orang pasti mati ya pada akhirnya”
Ibu         : ”Tahukah kamu bahwa setiap hari malaikat pencabut nyawa itu melihat kita 70 kali sehari untuk mengenali targetnya”
Anak      : ”aku pernah membaca hal itu juga di page fb”
Ibu         : ”itulah mengapa kita perlu selalu berbuat baik kepada siapa saja, bahkan terhadap orang yang menyakiti kita. Karena malaikat pencabut nyawa pun sering melihat kita, memantau apa yang kita lakukan.”
Anak      :”Jadi, sebenarnya berbuat baik itu untuk diri sendiri ya Bu. Bukan karena kita harus terlihat baik oleh orang lain.”
Ibu         :”Ya. Allah selalu melihat kita, malaikat pencatat amal baik dan buruk, bahkan malaikat pencabut nyawa. Meskipun kita tidak bisa melihatnya.”

Lalu, keduanya pun kembali menatap para bapak yang sedang sibuk mempersiapkan pemandian Sang almarhum.

18/06/2013

Kalau ada salah kata...

Dear friends,
Beberapa minggu lagi bulan Ramadhan akan tiba.
Meskipun pernah membaca paparan bahwasanya kita tidak perlu meminta maaf khusus menjelang hari puasa Ramadhan, tak bisa dipungkiri budaya mengirim ucapan masih ada.
Hingga akhirnya, bukanlah bulan Ramadhan atau Syawal waktu yang tepat untuk kita saling bermaaf-maafan.
Namun setiap kali salah tersadari, kata maaf menjadi wajib untuk terucap bukan?
Demikian juga saya.
Mungkin, ada banyak kata tak berkenan terbaca dalam blog ini.
Mungkin, saya meninggalkan jejak tulisan tak berarti atau bahkan menyakiti di blog-blog yang saya kunjungi.
Mungkin, ada argumen-argumen ngeyel setengah mati terselip dalam tulisan apapun, dimanapun, yang bahkan sudah saya lupakan kapan menulisnya.
Apapun itu, saya selaku tuan rumah blog ini mengucap terima kasih atas kunjungan teman-teman, dan mohon maaf atas kesalahan yang ada.
Teruntuk teman-teman yang pernah bertemu muka dengan saya, masih bertemu dengan saya, atau bahkan yang belum bertemu langsung dengan saya.
Senang mempunyai teman seperti kalian.


Best wishes :)

14/06/2013

Menyambut Ramadhan

Insya Allah bulan Ramadhan akan dimulai. Bulan pamungkas di antara segala bulan, dimana umat Islam akan beribadah dengan balasan yang berlipat-lipat. Bulan dimana umat menjalankan sebulan penuh ibadah puasa wajib (Al Baqarah: 183) serta beragam ibadah sunnah lainnya. Bulan yang memiliki satu hari yang bernilai seperti seribu bulan, Lailatul Qadar.

Saya bersyukur, sudah banyak teman-teman yang menampilkan status yang mengingatkan agar kita bersiap menyambut bulan suci Ramadhan. Terlebih berita sudah menyiarkan keputusan PP Muhamadiyah yang akan memulai awal Ramadhan 9 Juli 2013, semakin memperkuat dugaan bahwa tidak sampai sebulan bulan Ramadhan akan tiba.

Hanya saja, bulan puasa, bulan dimana mayoritas negara Indonesia beragama Islam akan berpuasa sebulan penuh menahan diri, selalu disambut dengan berita kenaikan harga bahan pangan pokok. Sebuah suasana yang terasa dari tahun ke tahun. Suasana dimana sebuah percakapan yang dianggap biasa terjadi "selok posoan regane mundak kabeh". Yang saya sedikit tahu, jika harga barang naik kemungkinan yang terjadi adalah karena barang sedikit sedangkan permintaan dari masyarakat banyak. Apakah kenaikan harga menjelang bulan Ramadhan disebabkan karena umat Islam berbondong-bondong menimbun bahan pangan?

Semoga, kita dapat menyambut dan menjalankan ibadah di bulan Ramadhan sebaik-baiknya, menjadi pribadi-pribadi sederhana yang memperlakukan bulan suci tanpa dipenuhi keinginan berlebihan dalam menyajikan makanan berbuka/sahur, dan mampu menjalankan kebaikan-kebaikan lain selepas bulan Ramadhan. :)

Berhitung ala pedagang

Dahulu, awal ketika saya benar-benar memperhatikan kegiatan orang-orang dalam pasar – karena sebelumnya saya hanya ingin membeli dan tidak peduli pada proses yang ternyata banyak sekali berlangsung dalam pasar – begitu takjub dengan kemampuan menghitung pedagang. Mungkin jika di dalam kelas bangku sekolah dasar, kegiatan mencongak diadakan sebelum pulang ke rumah. Namun dapat dipastikan, mayoritas pedagang pasar melakukan ini ketika menghitung dagangannya setiap kali mereka berdagang. Tanpa menggunakan kalkulator, beberapa pedagang memasukkan barang yang telah dibeli satu persatu ke dalam kresek pembeli untuk mendapatkan total harga yang harus dibayar oleh pembeli. Kebanyakan mereka mengucapkan harga dan menghitungnya dengan berbicara jelas. Hehe.. sebuah kegiatan yang menurut saya menyenangkan karena pedagang tersebut tanpa sadar melakukan perhitungan “think out loud” dengan sendirinya dan tanpa sadar pembeli pun ikut “mengecek” hitungan pedagang tersebut. Kesalahan hitungan pun dapat diminimalisir karena ketika macet menghitung di tengah jalan, para pembeli itu turut memberikan jawaban yang benar. Sebuah kegiatan hitung menghitung yang tidak berada di dalam kelas dan sangat tidak terkesan saling menggurui. Hanya berlandaskan ingin menemukan solusi J

Lalu, masih ada hal lain lagi yang menarik juga untuk dicermati. Pedagang mempunyai kemampuan yang mahir perihal menghitung uang (meskipun dapat diakui, anak-anak pun juga mahir menghitung uang hadiah saat lebaran hehe…). Beberapa kemampuan yang biasa terlihat adalah menghitung uang kembalian, menagih pembeli karena uang yang diberikan pembeli masih kurang, atau bahkan berupaya mencari solusi ketika pedagang tidak memiliki sejumlah uang kembalian untuk diberikan kepada pembeli. Hal terakhir yang saya sebutkan mengenai kemampuan tersebut juga menarik untuk dibahas. Misalkan ada sebuah contoh:
Pedagang: “totalnya Rp. 17.000,-“
Pembeli: menyerahkan selembar Rp.20.000,-
Pedagang: “wah ga ada uang kecil hanya ada rp. 10.000,- punya Rp.7.000 ta?”

dalam kesempatan tersebut si pembeli memliki sejumlah uang yang dimaksud. Nah pada akhirnya pembeli menyerahkan Rp.27.000,- dan pedagang memberikan Rp. 10.000,- nya. Lagi-lagi, dalam hal ini pedagang dan pembeli mencari solusi dalam hitung-menghitung.  Hingga nyatalah bahwa perhitungan Rp.17.000 diperoleh tidak melulu dari selisih Rp. 20.000 dan Rp.3.000, atau bahkan melalui penjumlahan Rp.10.000, Rp.5.000, dan Rp. 2.000. Secara alamiah, pedagang pun sudah terbiasa memecahkan masalah dengan beragam kemungkinan jawaban. Open-ended kah? J


Hehe… sepertinya akan banyak hal menarik mengenai matematika sederhana di dalam pasar. Mudah-mudahan pengunjung blog ini tidak akan bosan jika mungkin postingan selanjutnya masih berkutat dengan pasar J

02/05/2013

Makanan oh makanan...


“eh bakso nya enak sekali ya”
“wah besok mau beli nasi goreng di sebelah jalan itu. Ramai lho pembelinya, sepertinya enak”

Sekelumit percakapan yang biasa terdengar sehari-hari mengenai makanan. Tak jarang, para penggemar makanan melakukan wisata kuliner demi memenuhi rasa ingin tahu akan rasa suatu makanan baru atau makanan sejenis yang disukai. Maklum, beda tangan yang memasak, beda pula rasa yang dihasilkan. Meskipun, pernah dijumpai dalam tayangan televisi, seorang pemilik sebuah depot yang memiliki ketenaran turun temurun berujar tetap mempertahankan cita rasa masakannya sampai beberapa generasi, cukup mengundang tanya saya mengenai keakuratan alat ukur yang digunakan. Namun, sepertinya tidak akan menjadi masalah, selama rasa masakan/minuman dapat diterima masyarakat, keunggulan cita rasa tetap menjadi pilihan utama selain harga. Seperti iklan sebuah produk makanan instan, ‘karena rasa ga pernah bohong’, kalimat ini agaknya bernilai benar.

01/05/2013

Menjadikan Nyata

Mungkin, keimanan saya masih dangkal rupanya untuk memahami sejarah, terutama sejarah Islam. Jikalau saya sesak membaca dan mempertanyakan kebenaran sejarah perjuangan bangsa saya sendiri, amat keterlaluan rasanya saya kurang 'sreg' dalam meyakini sejaran agama saya sendiri. Sepertihalnya sebuah buku biografi seorang tokoh, buku itu ditulis dari sudut pandang penyusunnya. Tidak menutup kemungkinan si A yang menyusun biografi akan jauh berbeda hasil yang akan ditulisnya jika si B yang menyusun biografi tokoh tersebut. Namun, memutuskan untuk tidak membaca salah satu hasil tulisan tersebut tetap tidak akan mengurangi ketidaktahuan saya terhadap sejarah. Apapun itu, mengetahui sedikit hal masih lebih baik daripada tidak tahu sama sekali, meskipun suatu hari nanti saya perlu mengoreksi pemahaman keliru saya dari bacaan yang saya peroleh sebelumnya.

11/04/2013

Review Bidadari Bidadari Surga

Bidadari Bidadari SurgaBidadari Bidadari Surga by Tere Liye
My rating: 4 of 5 stars

Air mata sy menetes membaca beberapa bagian dalam novel ini. Perjuangan Laisa yg berkorban demi adik2nya, kelapangan hati mengenai jodoh,dan kerahasiaannya menyimpan rasa sakit, membuat sy mengangguk setuju ketika sy menutup cover novel dan melihat kembali pada judulnya "Bidadari2 Surga". Banyak pemahaman hidup yg sy temukan dalam novel ini terutama mengenai jodoh. Penerimaan yg lapang dan melihat apa yg telah dicapai dengan rasa syukurnya, telah membuat kak Laisa merasa cukup dengan apa yg ada. Penulis juga memasukkan budaya2 yg lazim terjadi ketika menemui wanita berusia sekian belum menikah, dan akhirnya pertanyaan yg sekedar menanyakan 'kapan nyusul' pun sirna, apalagi ketika adik2nya 'melintas'. Sungguh, sy terharu akan pemahaman2 ini.

Belum lagi ketika fisik menjadikan beberapa pria urung melamar kak Laisa. Padahal, 3 dari 4 sifat wanita dinikahi dalam hadist ada pada dia. Bahkan ada seorang yg dianggap baik pemahamannya terhadap pernikahan untuk tidak peduli pada fisik pun mundur teratur. Sesuatu yg realistis menurut sy, krn tidak jarang org sekedar berteori namun nol besar praktiknya. Sesuatu yg dapat dijumpai dalam kehidupan nyata.

Akhirnya, sy terharu pada sosok ini, meskipun saudara2 yg lain tak kalah cemerlangnya dengan kak Laisa.

View all my reviews

23/03/2013

Mengantri itu bikin beTe


Saya sudah berdiri lama di sisi kasir, tiba-tiba seorang ibu dan anaknya meletakkan barang belanjaannya yang tidak terlalu banyak, sekitar 3 item. Ya, dia telah mendahului saya yang telah berdiri di sana untuk membayar terlebih dahulu. Kejadian ini tidak sekali saya alami. Selama saya hidup, saya telah menemui kejadian ini berkali-kali. Hanya ada dua kejadian yang bisa diprediksi jika hal ini terjadi, diam mempersilahkan mereka menyerobot atau menegaskan kalau dia salah. Nah, sikap terakhir ini pasti berbuntut panjang karena pasti ada dalih “Cuma dikit aja”.

Ketika berbelanja di pasar, tidak semua pedagang memperhatikan antrian, terlebih mereka yang dagangannya laris manis diserbu pembeli. Pembeli mengambil sayuran dalam kresek lalu melemparkan ke timbangan si pedagang secepat ia bisa dengan harapan pedagang tersebut segera menimbang dan transaksi jual beli terlaksana segera. Jika berbelanja pada jenis pedagang seperti ini, kita bisa belajar beberapa hal. Pertama, ketika menerapkan sikap mengantri sesuai urutan datang, kita dapat belajar bersabar dan menahan amarah karena telah dilangkahi oleh pembeli yang baru datang dan ingin cepat-cepat dilayani. Kedua, kita jadi tahu prinsip para pembeli yang belum dilayani dan tidak merasa dirinya dilangkahi (sesuatu yang pernah membuat saya bertanya ‘mengapa ibu-ibu ini pasrah sekali atas apa yang terjadi’). Jawabannya adalah ‘disikno ae wong sing tuku titik, ndang mari ndang wes’ kurang lebih demikian: dahulukan saja orang-orang yang berbelanja sedikit supaya cepat selesai. Bayangkan, berapa banyak pembeli yang ‘menyalip’ orang-orang tertentu hanya karena berbelanja segenggam Lombok atau sebiji mentimun? Nah disinilah prinsip yang berlaku. Tidak sedikit diantara pembeli dan penjual memaklumi kalau “hanya membeli sedikit” pantas didahulukan. Lalu urutan mengantri/datang lebih dahulu tidak akan pernah berlaku di antara mereka. Kalau iseng bertanya “mau kemana toh bu kok terburu-buru minta didahulukan?”muncul sebuah jawaban, “mau segera pulang dan masak”. Lah kalau begitu saya kira semua pembeli juga setuju kalau ke pasar untuk berbelanja biar segera masak dan makan, siapa juga yang mau nonton lele menggeliat atau ngecengin pedagangnya? :D

Yah, meskipun tidak semua pedagang cuek atas urusan urutan ini, paling tidak saya bisa tahu pedagang mana yang menghargai kedatangan pembelinya berdasarkan urutan. Pedagang pun sebenarnya tahu tentang prinsip mengantri meskipun yang mengabaikan dan memilih "asal dagangan laku" pun juga tidak sedikit. Jujur saja, jauh sebelum tulisan ini ada saya sempat berpikir, mungkin saya jadi “sprinter” aja kaya mereka, lempar sayur ke timbangan dan berteriak untuk didahulukan agar saya tidak kehabisan barang yang ada, atau biar segera pulang ke rumah karena lapar melanda. Namun, saya masih ingat pesan ibu saya, “pembeli adalah raja. Pilih atau tinggalkan.” Simpel, namun perlu waktu beberapa detik mencernanya. Pas banget buat kita yang enggan “berkelahi” dengan sesama pembeli yang notabene lebih senior.

Hem,, eniwei.. kalau saya saja “tergoda” untuk turut berdesakan dan enggan dinomorsekiankan oleh pedagang di pasar, bagaimana saya akan mengajarkan bab mengantri pada orang-orang? Bagaimana cara saya untuk mengajarkan bagaimana bersikap menghargai orang sesuai urutan; yang artinya menghargai upaya seseorang untuk berangkat lebih dahulu dari rumahnya, yang mungkin saja lebih jauh daripada orang-orang yang datang belakangan. Mungkin, kalau ke supermarket, bank, layanan instansi yang melayani sesuai urutan kedatangan orang, mengantri jadi menyenangkan. Namun jika berada di lingkungan sosial yang saya ceritakan, saya harus bagaimana? Pesimis sekali rasanya. Ooo.. tentu tidak, masih ada kesempatan, untuk generasi yang akan datang agar terbiasa budaya mengantri. Yang jelas, saya tidak boleh begitu saja menyerah untuk tidak mengantri :)

20/02/2013

Hidup Sehat

Ini ada bahan yang bisa didengarkan di waktu senggang. Cukup menarik dan menghibur bagi saya yang cukup bermasalah dengan imunitas tubuh. Semoga bisa menambah informasi tentang kesehatan bagi kita semua. :)

18/02/2013

Kalau marah ...

Marah merupakan salah satu emosi yang tidak bisa dihindari manusia. Umumnya kata emosi langsung dikaitkan dengan kata marah, meskipun sebenarnya tidak demikian. Bahkan sehari-hari saya lebih sering mendengar, "Jangan emosi dulu!" ketika mendengar seseorang berkata kepada lawan bicara yang menunjukkan tanda-tanda akan marah. Hanya segelintir orang yang sangat pawai mengendalikan marahnya. Namun sebagai muslim, mari kita intip beberapa ayat berikut sehingga kita bisa 'menyambut' rasa marah ketika ia datang. [Asy Syuura: 36 - 40]

10/02/2013

The Deen Show: For Music Addicted

This is a video that show us about the effect of music in our daily life. Some reasons are delivered by an ex-musician such that it remind me (as a muslim) to decrease the frequency of listening music, or even erase it from any harddrive. Feel free to check this video :)



04/02/2013

The Sun


The Sun

you rises in the east
you sets up in the west
without you the world become dark
oh my God, 
thanks a lot 
You have made it, for our life

I declared some sentences above when I was a student in the junior high school, in front of my friends' parents and some of my teachers. I forgot the entire text above but I remembered that my father wrote it a day before my performance. Lately, when I aware of the limitation of sun lighting this month, somehow I remember this one. 



19/01/2013

Buku jendela dunia?


Tertohok, demikian saya menyebut kondisi sekitar lima tahun yang lalu ketika mendengar seorang pengajar berujar, “dari mana kamu dapat sumber itu? Siapa yang membuat buku itu? Ingat, selama manusia yang membuatnya, kesalahan pasti ada, karena dia bukan Allah. “ (demikian salah satu wejangan yang saya dengar ketika teman mempresentasikan sebuah materi. Di satu sisi saya sangat bersyukur karena pengajar saya adalah orang beragama). Dari situ, saya mencoba-coba ingat bahwa bertahun-tahun hidup saya lewati dengan menelan mentah-mentah banyak karya manusia. Menganggap bahwa  membaca buku-buku adalah kegiatan mencerahkan. Tidak pernah terpikir bahwa setiap penulis menggunakan “kacamata” nya sendiri untuk memaparkan “fakta” menurut sudut pandangnya. Sampai akhirnya, saya benar-benar menyadari bahwa buku apapun itu merupakan sebuah ide dari seseorang yang didukung oleh apa saja yang bisa dijadikan bukti untuk memperkuat apa yang disampaikannya. Membuka sebuah buku berarti harus siap atas peperangan ide yang ada. Ide penulis dan ide pembaca itu sendiri.

Tahun-tahun sesudah itu, bacaan-bacaan di manapun semakin “terlihat” tujuannya. “oh, ini hanya mencari sensasi”, “oh, ini cukup informatif dan memperingatkan kita untuk waspada dengan standar yang penulis berikan”, hingga “oh, ini tema yang sangat krusial untuk dikembalikan kepada prinsip tiap orang”, dan lain sebagainya. Bagaimana pun juga, membaca memerlukan keterampilan penilaian.