29/06/2013

Sepenggal percakapan

Di suatu pagi, di sebuah desa, saat seorang warganya telah berpulang. Tampak dari kejauhan seorang ibu dan anak bercakap-cakap.

Anak      : “Bu, apa yang dilakukan malaikat Izrail sekarang ya?”
Ibu          : ”Mungkin berkeliling mencabut nyawa manusia lainnya.”
Anak      : ”setiap orang pasti mati ya pada akhirnya”
Ibu         : ”Tahukah kamu bahwa setiap hari malaikat pencabut nyawa itu melihat kita 70 kali sehari untuk mengenali targetnya”
Anak      : ”aku pernah membaca hal itu juga di page fb”
Ibu         : ”itulah mengapa kita perlu selalu berbuat baik kepada siapa saja, bahkan terhadap orang yang menyakiti kita. Karena malaikat pencabut nyawa pun sering melihat kita, memantau apa yang kita lakukan.”
Anak      :”Jadi, sebenarnya berbuat baik itu untuk diri sendiri ya Bu. Bukan karena kita harus terlihat baik oleh orang lain.”
Ibu         :”Ya. Allah selalu melihat kita, malaikat pencatat amal baik dan buruk, bahkan malaikat pencabut nyawa. Meskipun kita tidak bisa melihatnya.”

Lalu, keduanya pun kembali menatap para bapak yang sedang sibuk mempersiapkan pemandian Sang almarhum.

18/06/2013

Kalau ada salah kata...

Dear friends,
Beberapa minggu lagi bulan Ramadhan akan tiba.
Meskipun pernah membaca paparan bahwasanya kita tidak perlu meminta maaf khusus menjelang hari puasa Ramadhan, tak bisa dipungkiri budaya mengirim ucapan masih ada.
Hingga akhirnya, bukanlah bulan Ramadhan atau Syawal waktu yang tepat untuk kita saling bermaaf-maafan.
Namun setiap kali salah tersadari, kata maaf menjadi wajib untuk terucap bukan?
Demikian juga saya.
Mungkin, ada banyak kata tak berkenan terbaca dalam blog ini.
Mungkin, saya meninggalkan jejak tulisan tak berarti atau bahkan menyakiti di blog-blog yang saya kunjungi.
Mungkin, ada argumen-argumen ngeyel setengah mati terselip dalam tulisan apapun, dimanapun, yang bahkan sudah saya lupakan kapan menulisnya.
Apapun itu, saya selaku tuan rumah blog ini mengucap terima kasih atas kunjungan teman-teman, dan mohon maaf atas kesalahan yang ada.
Teruntuk teman-teman yang pernah bertemu muka dengan saya, masih bertemu dengan saya, atau bahkan yang belum bertemu langsung dengan saya.
Senang mempunyai teman seperti kalian.


Best wishes :)

14/06/2013

Menyambut Ramadhan

Insya Allah bulan Ramadhan akan dimulai. Bulan pamungkas di antara segala bulan, dimana umat Islam akan beribadah dengan balasan yang berlipat-lipat. Bulan dimana umat menjalankan sebulan penuh ibadah puasa wajib (Al Baqarah: 183) serta beragam ibadah sunnah lainnya. Bulan yang memiliki satu hari yang bernilai seperti seribu bulan, Lailatul Qadar.

Saya bersyukur, sudah banyak teman-teman yang menampilkan status yang mengingatkan agar kita bersiap menyambut bulan suci Ramadhan. Terlebih berita sudah menyiarkan keputusan PP Muhamadiyah yang akan memulai awal Ramadhan 9 Juli 2013, semakin memperkuat dugaan bahwa tidak sampai sebulan bulan Ramadhan akan tiba.

Hanya saja, bulan puasa, bulan dimana mayoritas negara Indonesia beragama Islam akan berpuasa sebulan penuh menahan diri, selalu disambut dengan berita kenaikan harga bahan pangan pokok. Sebuah suasana yang terasa dari tahun ke tahun. Suasana dimana sebuah percakapan yang dianggap biasa terjadi "selok posoan regane mundak kabeh". Yang saya sedikit tahu, jika harga barang naik kemungkinan yang terjadi adalah karena barang sedikit sedangkan permintaan dari masyarakat banyak. Apakah kenaikan harga menjelang bulan Ramadhan disebabkan karena umat Islam berbondong-bondong menimbun bahan pangan?

Semoga, kita dapat menyambut dan menjalankan ibadah di bulan Ramadhan sebaik-baiknya, menjadi pribadi-pribadi sederhana yang memperlakukan bulan suci tanpa dipenuhi keinginan berlebihan dalam menyajikan makanan berbuka/sahur, dan mampu menjalankan kebaikan-kebaikan lain selepas bulan Ramadhan. :)

Berhitung ala pedagang

Dahulu, awal ketika saya benar-benar memperhatikan kegiatan orang-orang dalam pasar – karena sebelumnya saya hanya ingin membeli dan tidak peduli pada proses yang ternyata banyak sekali berlangsung dalam pasar – begitu takjub dengan kemampuan menghitung pedagang. Mungkin jika di dalam kelas bangku sekolah dasar, kegiatan mencongak diadakan sebelum pulang ke rumah. Namun dapat dipastikan, mayoritas pedagang pasar melakukan ini ketika menghitung dagangannya setiap kali mereka berdagang. Tanpa menggunakan kalkulator, beberapa pedagang memasukkan barang yang telah dibeli satu persatu ke dalam kresek pembeli untuk mendapatkan total harga yang harus dibayar oleh pembeli. Kebanyakan mereka mengucapkan harga dan menghitungnya dengan berbicara jelas. Hehe.. sebuah kegiatan yang menurut saya menyenangkan karena pedagang tersebut tanpa sadar melakukan perhitungan “think out loud” dengan sendirinya dan tanpa sadar pembeli pun ikut “mengecek” hitungan pedagang tersebut. Kesalahan hitungan pun dapat diminimalisir karena ketika macet menghitung di tengah jalan, para pembeli itu turut memberikan jawaban yang benar. Sebuah kegiatan hitung menghitung yang tidak berada di dalam kelas dan sangat tidak terkesan saling menggurui. Hanya berlandaskan ingin menemukan solusi J

Lalu, masih ada hal lain lagi yang menarik juga untuk dicermati. Pedagang mempunyai kemampuan yang mahir perihal menghitung uang (meskipun dapat diakui, anak-anak pun juga mahir menghitung uang hadiah saat lebaran hehe…). Beberapa kemampuan yang biasa terlihat adalah menghitung uang kembalian, menagih pembeli karena uang yang diberikan pembeli masih kurang, atau bahkan berupaya mencari solusi ketika pedagang tidak memiliki sejumlah uang kembalian untuk diberikan kepada pembeli. Hal terakhir yang saya sebutkan mengenai kemampuan tersebut juga menarik untuk dibahas. Misalkan ada sebuah contoh:
Pedagang: “totalnya Rp. 17.000,-“
Pembeli: menyerahkan selembar Rp.20.000,-
Pedagang: “wah ga ada uang kecil hanya ada rp. 10.000,- punya Rp.7.000 ta?”

dalam kesempatan tersebut si pembeli memliki sejumlah uang yang dimaksud. Nah pada akhirnya pembeli menyerahkan Rp.27.000,- dan pedagang memberikan Rp. 10.000,- nya. Lagi-lagi, dalam hal ini pedagang dan pembeli mencari solusi dalam hitung-menghitung.  Hingga nyatalah bahwa perhitungan Rp.17.000 diperoleh tidak melulu dari selisih Rp. 20.000 dan Rp.3.000, atau bahkan melalui penjumlahan Rp.10.000, Rp.5.000, dan Rp. 2.000. Secara alamiah, pedagang pun sudah terbiasa memecahkan masalah dengan beragam kemungkinan jawaban. Open-ended kah? J


Hehe… sepertinya akan banyak hal menarik mengenai matematika sederhana di dalam pasar. Mudah-mudahan pengunjung blog ini tidak akan bosan jika mungkin postingan selanjutnya masih berkutat dengan pasar J