11/06/2024

Tidak semua mau diperjuangkan

Dua hari ini saya menghabiskan waktu untuk menilai dan mengolah nilai dari lima kelas jenjang kelas 7. Tinggal besok, waktu terakhir untuk input nilai GLS. Semoga saya masih bisa bertahan untuk duduk lama. 

Sambil merasakan kebas di salah satu kaki malam ini, efek duduk lama, saya teringat pembicaraan mengenai siswa-siswi yang memiliki kendala di sekolah. Beberapa waktu yang lalu saya pernah menuliskan bahwa ada beberapa siswa yang akan dinyatakan tidak lulus. Sebelum hari pelepasan, ada siswa yang sudah dipastikan tidak lulus, dan ada siswa yang sedang diperjuangkan sampai sekarang. Perkara kelulusan ini juga diiringi dengan perkara beberapa murid di jenjang lebih muda menunjukkan enggan melanjutkan studi di bangku SMP. Di kelas yang lebih muda, ada siswa yang sudah dinyatakan tidak bisa melanjutkan sekolah ke kelas lebih tinggi karena sudah 8 semester (pernah tidak naik kelas). Di jenjang yang paling muda, ada anak yang saya kira korban KDRT tapi nyatanya keluarganya lah yang menutupi atau membela keengganan si anak untuk sekolah. Rumit? Yang jelas... tidak sederhana.

Dari sekian anak-anak dengan motivasi sekolah yang rendah, ada para wali kelas (walas) yang berkunjung ke rumah dan keluarga mereka. Sambil membawa cerita mereka kembali ke sekolah, saya selalu "dipesani" agar mempersiapkan hal-hal yang mendukung "kebaikan" si anak. Kebetulan, saya menjadi pengajar dari anak-anak yang sedang diperjuangkan oleh para walasnya ini. Misal, saya perlu menyiapkan soal sesederhana mungkin untuk anak yang diusahakan bisa lulus sekolah. Lalu, untuk anak yang lebih muda, saya tidak diperkenankan mengirim link soal untuk siswa kerjakan di rumah. Padahal, tanpa permintaan walas pun saya tidak ada link soal. Pengambilan nilai mapel saya bentuknya praktik membuat sesuatu, bukan ujian lisan atau tulis. Tentu si anak harus ke sekolah.

Dari cerita para walas dan keluarga yang dikunjungi, ada keluarga yang masih mendukung tapi ada juga yang tidak mendukung. Semacam, ngga peduli anaknya lulus atau tidak. Se-enteng itu beliau memandang masa depan sang anak. Mungkin saja ada banyak pertimbangan lain yang membuat Sang Ibu tidak memandang sekolah adalah salah satu prioritas hidup. Hanya saja, mendengar ada walas yang tidak terlalu dianggap atau tidak diterima dengan baik, cukup menyakitkan hati pihak sekolah. Semacam...mereka sudah berkenan berupaya memperjuangkan, tapi seakan tidak dianggap. Memang tidak boleh berharap pada manusia, bisa berakhir kecewa. Saat guru juga masih berharap orang tua peduli pada sekolah anaknya tapi mengetahui orang tuanya pun tak bisa diajak kerjasama, guru bisa apa? 😩

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."


Sebenarnya, saya teringat terjemahan di atas (QS. Al Baqarah: 155). Adakah kaitannya dengan kutipan di atas dengan apa yang terjadi di sekitar saya dan mempengaruhi saya? Lalu apa yang saya takutkan? Apakah berkaitan dengan ketidaksesuaian pada harapan 'segalanya akan berjalan lancar'? Bisa jadi demikian jawabnya.

Akhir kata, selamat beristirahat dan berjuang agar tetap waras di tengah banyaknya orang-orang yang tidak sadar dirinya sudah tidak waras di bumi yang fana ini.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)