06/06/2024

Levelling up

Saya pernah bertanya pada salah satu dosen yang saya anggap sangat mampu untuk meraih gelar professor, tapi memilih bertahan dengan gelar doktornya. Saya lupa jawaban lengkapnya, yang jelas... beliau menjelaskan bahwa menjadi professor bukanlah sekadar mendapat titel saja, ada tanggung jawab besar yang dipegang, dan beliau merasa belum mampu. Sampai saat ini, saya belum mendengar kabar beliau meraih gelar professor.

Menurut beliau, menjadi professor itu tidak melulu sibuk dengan risetnya sendiri, ada riset-riset mahasiswanya yang perlu dipantau dan dibimbing, dan yang penting mampu membimbing atau membantu siapa saja yang ada disekitarnya, termasuk juniornya. Yang terakhir inilah yang sering diabaikan oleh profesor-profesor yang ia kenal, dan beliau tidak ingin menjadi seperti mereka. Beliau pun ingin bermanfaat lebih banyak untuk sekitar. Sikap bermanfaat yang seharusnya bisa dilakukan siapapun, dengan gelar apapun, sesuai kapasitasnya. Semakin besar gelar, semakin besar pula kapasitas kebermanfaatan yang seharusnya bisa diberikan. Salah satu bantuan yang beliau tunjukkan sesuai kapasitasnya adalah saat saya dan beberapa teman saya berusaha menyelesaikan satu jenjang studi. Beliau melibatkan alumni mahasiswinya untuk membantu kami. Arahan terhadap alumni mahasiswi yang telah beralih menjadi rekan kerja tapi berbeda jabatan inilah yang bisa dipelajari dari beliau tentang bagaimana berinteraksi antara senior dan junior. Lewat beliau saya mempelajari banyak tips berkomunikasi secara tidak langsung seperti 'bagaimana menghubungi orang-orang tertentu', 'kata-kata apa yang perlu diucapkan tergantung siapa yang diajak berbicara', serta menyadari bahwa menjadi pemimpin sekelompok orang-orang pandai itu tidak mudah. Singkat cerita, beliau menujukkan sikap bagaimana menggerakkan sekitarnya untuk saling membantu satu sama lain agar tidak berputus asa dalam hidup.

Hari ini, sekitar delapan mahasiswi dan tiga dosen berkunjung ke sekolah tempat saya mengajar. Kedelapan mahasiswi tersebut melakukan sosialisasi sehari materi HTML dan CSS di depan satu kelas siswa sebagai bagian mata kuliah kecakapan diri. Walaupun saya ijin meninggalkan kelas mereka di tengah kegiatan, apa yang saya lihat dalam kelas membuat saya teringat dosen saya. Para mahasiswi dan dosen ini bukanlah yang pertama disambut, diterima, dan bekerja sama dengan guru yang menjadi koordinator mapel informatika. Sebelum kedatangan mereka ini, sudah ada beberapa mahasiswa kampus lain yang magang secara bergantian selama 6 bulan sekali. Saat ini pun ada dua mahasiswa yang membantu guru-guru di sekolah dan akan berakhir masanya pertengahan Juni ini. Dengan kata lain, guru koordinator mapel informatika (selanjutnya saya sebut gkmi) di sekolah saya juga menunjukkan contoh tidak hanya mampu menjadi senior bagi para mahasiswa itu, tapi juga sebagai senior bagi pengajar informatika. Beliau selalu melibatkan pengajar semapel untuk bertemu para mahasiswa dan dosen-dosen yang ada.

Lalu apa refleksi dari paparan yang ada di atas? Mau tidak mau... dengan kedatangan mahasiswa atau mahasiswi tersebut makin menyadarkan saya bahwa junior itu ada. Apapun background keilmuan saya sebelum mengajar mapel informatika, bisa saja "diperhitungkan" karena tidak se-linear dengan mereka. Bagi saya memang tidak masalah, yang menjadi tantangan adalah 'bisakah saya menjadi senior yang baik untuk mereka sebagaimana standar senior yang seharusnya?' Ahay, saya jadi teringat dosen saya atas jawabanya pada pertanyaan saya. Seakan berada pada kondisi menerima pertanyaan "tentang profesor", saya sudah mendapat jawaban tentang "rasanya" sekarang. Semoga saya mudah bekerja sama dengan beragam usia. 😄

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)