15/04/2024

Keluarga

Kemarin malam, sepupu saya berkunjung bersama keluarga kecilnya. Kebetulan kami adalah pengajar di sekolahan dan topik yang kami obrolkan pun tidak jauh-jauh dari apa yang kami temui sehari-hari berkaitan dengan murid.

"Gimana Mbak rasanya ngajar anak SMP?" Tanya salah satu dari mereka kepada saya

 "Ya kalau kelas 7 wadulan*. Kalau kelas 9 beda lagi nakalnya." Jawab saya

"Anak SMP masih ada yang wadulan?" Tanya sepupu saya yang mengajar sebuah SD
"Ya ada, kan kelas 7 masih baru dari SD jadi ya sedikit-sedikit bilang 'Bu ini bu ....',"Balas saya meyakinkan.
"Kalau kelas 9 pasti lebih nakal lagi kan ya Mbak, ceritane De tentang muridnya itu macem-macem nakale (De adalah sepupu saya yang lain yang menjadi guru BK di satu SMP swasta). De sering ngunjungi muridnya yang tidak masuk, ternyata pas sampai rumah muridnya, ternyata ya tidur di rumah sama orangtuanya."
"Iya jangankan begitu, pas saya ngajar ketemu anak bau rokok pas dia berdiri samping saya, dia bilang 'saya ngga ngerokok kok bu', tapi pas ta bahas sama guru lain ternyata memang orang tua di rumahnya merokok juga. Belum lagi siswa yang minum-minuman keras ternyata di rumahnya ayahnya kolektor minuman keras. Angel wes." Ucap saya sambil mengingat apa saja yang pernah terjadi selama ini.  

Singkat cerita, kami semacam mengonfirmasi bahwa "Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" itu benar adanya (kecuali buah bisa jatuh dan jauh dari pohon saat terbawa pick up yang menjauhi pohon 😅). Kehidupan ini kompleks, kalau dibilang perlu orang tua utuh yang saling mendukung dan bergantian di rumah menjaga kebutuhan anak-anaknya, nyatanya tidak semua orang tua bisa standby di rumah bertemu putera-puterinya. Ada pasangan orangtua yang bekerja di pabrik, punya jam kerja beda (shift) dan tidak mampu bertemu anaknya. Ada yang orangtuanya bercerai dan punya pasangan baru sendiri-sendiri sehingga anaknya lebih memilih ikut anggota keluarga lain. Selalu ada faktor ekonomi dan faktor lain dibalik anak-anak yang rajin bertandang ke ruang BK.

"Jangankan kenakalan seperti itu Mbak, di tempatku.. anak SD kelas 6 ada yang minum di sekolahan. Pas Mabuk sambil ceramah. Dikira orang-orang kerasukan, tapi ta bau.. 'oh mabuk iki'." Lanjut suami sepupu saya.

"Iya Mbak, kenakalan anak-anak kota sekarang mengerikan. Yang murid cewek-cewek juga rawan lari sama laki-laki. Kalau sudah tataran SMP-SMA, kenakalannya sudah tingkat kriminal." tambah sepupu saya ngga mau kalah.

Saya hanya menambahi, "Kalau ikut nyari solusi, rasanya kepalaku ngga akan kuat memikirkannya sendirian."

"Betul," sahut mereka berbarengan.

Kunjungan dan obroalan bersama mereka kemarin seakan menyentil kesadaran saya bahwa beberapa jam ke depan saya sudah berada di sekolah lagi. Memang masih belum bertemu dengan murid sampai tanggal 18, hanya saja... saya juga teringat bahwa ada murid di kelas-kelas tertentu, yang saya rasa cukup bersedih bila mengajar mereka. Semacam saya belum punya sikap tertentu untuk membuat mereka bisa bersikap lebih baik lagi. Anak-anak di kelas itu memerlukan kesabaran dan tenaga ekstra. Kalau ditanya apakah keluarga dari kelas-kelas tersebut memang 'tidak biasa'? Ya, ada kecenderungan tabiat orang tua sama dengan anak-anak di kelas tersebut. Hanya saja, saya merasa masih belum punya skill mumpuni untuk membuat saya sendiri bisa "kuat" dalam mendampingi mereka. 

Semoga, sampai semester genap ini berakhir, saya sudah punya cara yang tepat untuk memperlakukan siswa-siswa demikian. Tentu saja, untuk mendampingi anak-anak ini tidak bisa dilakukan sendirian, perlu banyak orang, dan tentunya semua warga sekolahan beserta keluarga masing-masing. Sangat cocok dengan pepatah yang pernah saya dengar, "It needs a village to raise a child."


______________
* wadulan artinya suka melaporkan kegiatan seseorang/teman yang biasanya mengganggu

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)