“eh bakso nya enak sekali ya”
“wah besok mau beli nasi goreng di sebelah jalan itu. Ramai lho pembelinya, sepertinya enak”
Sekelumit percakapan yang biasa terdengar sehari-hari
mengenai makanan. Tak jarang, para penggemar makanan melakukan wisata kuliner
demi memenuhi rasa ingin tahu akan rasa suatu makanan baru atau makanan sejenis
yang disukai. Maklum, beda tangan yang memasak, beda pula rasa yang dihasilkan.
Meskipun, pernah dijumpai dalam tayangan televisi, seorang pemilik sebuah depot
yang memiliki ketenaran turun temurun berujar tetap mempertahankan cita rasa
masakannya sampai beberapa generasi, cukup mengundang tanya saya mengenai
keakuratan alat ukur yang digunakan. Namun, sepertinya tidak akan menjadi
masalah, selama rasa masakan/minuman dapat diterima masyarakat, keunggulan cita
rasa tetap menjadi pilihan utama selain harga. Seperti iklan sebuah produk
makanan instan, ‘karena rasa ga pernah bohong’, kalimat ini agaknya bernilai
benar.
Rasa yang enak dan harga terjangkau pada sebuah makanan
menjadi daya tarik tersendiri untuk memuaskan lidah dan perut. Alhasil,
konsumen kadang lalai memperhatikan bahan-bahan apa saja yang diolah menjadi
suatu makanan, termasuk saya. Akhir-akhir ini semakin banyak saja terkuak bahwa
minyak-minyak sayur atau saus yang digunakan para pedagang bukan merupakan minyak
sayur biasa tetapi arak. Hmmm… benar-benar shock seketika. Krik krik krik… MSG
ataupun saus mungkin bisa distop sebelum penjualnya menuang ke dalam masakan,
tapi ketika botol-botol lain dituangkan ke atas penggorengan dengan tidak
disertai label. Kriettttttttttttttttt… dapat dipastikan bukan percakapan ringan
yang akan terjadi kemudian. Inilah mengapa, pertanyaan pribadi saya terjawab
seketika mengenai hasil suatu masakan.
Dulu, saya menggemari masakan mie (berukuran lebar) goreng
di suatu warung (olahan mie menjangan berukuran lebar. Info: mie menjangan ada
dua jenis, mie lebar dan mie kecil. Di desa saya, ukuran lebar biasa dimasak
menjadi mi kuah dan goreng dalam warung sedangkan berukuran kecil atau bahkan
mie merek lain yang berbentuk keriting diolah oleh sebagian besar pedagang nasi
goreng. Dua-duanya enak, hanya tampilan saja yang berbeda). Ada rasa berbeda
antara buatan warung dan buatan sendiri. usut punya usut, mempertimbangkan
warung tidak akan mengorbankan bumbu masakan alami dalam jumlah besar (karena
mahal) maka perhatian saya tertuju pada minyak-minyak yang digunakan. Alhasil,
rasa yang berbeda itu berasal dari minyak-minyak yang tidak jelas asal usulnya.
Bisa saja label nya hanya minyak sayur tapi konsumen tidak akan bisa menjamin
apa isi di dalamnya bukan? Oke baiklah, memasak sendiri, apapun rasanya, tetap
bisa mengurangi rasa was-was terhadap apa yang akan dimakan oleh diri sendiri. Mari tetap bersyukur atas apa yang dapat kita makan, dan tidak perlu berlebih-lebihan. :)
kalau di tempatku namanya mie jalan raya..
ReplyDeletememasak sendiri memang leboh aman dan menyenangkan.:)
Mi cap Jalan Raya atau Mi yang di jual di dekat Jalan Raya?
Delete