01/09/2024

Serba-serbi mengajar di sekolah

Dulu... saat saya mengikuti kelas mata kuliah tentang pembelajaran atau bahkan saat praktik mengajar di sebuah SMA, saya pernah bertanya-tanya mengapa tidak banyak guru yang menuliskan kegiatan beserta masalah yang sering dihadapi di sekolah agar tercatat dengan baik.Waktu itu, saya sebagai calon guru merasa sangat hijau dan penasaran akan hal-hal ingin saya ketahui terkait pembelajaran matematika, lebih-lebih di keluarga dekat saya belum ada yang berprofesi sebagai guru matematika. Tentu saja pertanyaan saya itu tidaklah relevan untuk ditanyakan di era sekarang saat media seperti instagram, youtube, dan bahkan tik tok digunakan oleh banyak orang.

Sekarang, sudah banyak pengajar memanfaatkan medsos untuk berbagi praktik baik kegiatan mereka atau sharing tentang bagaimana menghadapi suatu tantangan dalam kelas. Itu pun dengan kondisi lapangan yang berbeda-beda, tiap kelas punya karakteristik dan tantangannya sendiri. Kaitan dengan langkanya "sharing" pengalaman saat saya muda dulu bisa saja karena prinsip kerahasiaan terhadap masalah yang dihadapi atau sekadar terbatasnya waktu para guru untuk berbagi. Saat berkuliah pun tidak ada pelajaran bagaimana menjaga keseimbangan stamina fisik dan kesehatan mental diri sendiri. Andai ada pembelajaran terkait peikologi, pasti terkait dengan kondisi psikologi peserta didik, bukan tentang pengajarnya. Apapun alasannya, saya bersyukur di jaman digital sekarang ini, banyak guru muda lebih mendapat informasi tentang pengalaman mengajar dari para pengajar yang berhasil meluangkan waktunya menjadi konten kreator di bidang pendidikan.

Satu hal yang seingat saya tidak pernah disampaikan dalam ruang kuliah saat jenjang sarjana adalah kegiatan apa saja yang dilakukan seorang guru di sekolahan. Menyiapkan perangkat ajar seperti modul, asesmen, dan hal-hal berkaitan dengan pembelajaran bukanlah satu-satunya hal yang perlu disiapkan seorang guru di sekolah. Ada kegiatan lain yang memerlukan waktu dan tenaga hingga kelihaian mengatur kegiatan di dalam kelas saat para guru terlibat dalam satu kepanitiaan. Jenis kepanitiannya pun memiliki rentang waktu yang bervariasi. Misal kepanitiaan acara 17 Agustus pada bulan kemarin, lalu peringatan hari besar agama Islam seperti peringatan 1 Muharram, peringatan yang akan datang di bulan ini yaitu Maulud Nabi Muhammad Saw dan ada lagi kepanitian yang akan berjalan kurang lebih selama dua bulan untuk merekrut siswa menjadi anggota OSIS dan LDKS.

Selain kepanitiaan, seorang guru juga memiliki tanggung jawab berbeda-beda selain mengajar mapel yang dipelajari selama di bangku kuliah, kecuali saya dan beberapa teman yang perlu mengajar beberapa mapel secara otodidak wkwk, para guru bisa ditetapkan sebagai pengurus atau berkewajiban dalam kegiatan selain mengajar dan bukan jenis kepanitiaan. Contoh: guru-guru tertentu mendapat tanggung jawab sebagai wakil kepala sekolah (ada 4 orang di tempat saya mengajar), bendahara (2 orang), staff para wakil kepala sekolah, Tim Perpustakaan, Tim Rapot, Tim GLS, Tim adiwiyata, dsb. Bisa dibilang, tiap guru dalam satu sekolah benar-benar tidak murni mengajar saja.

Selain kegiatan yang tidak sedikit selain mengajar, guru juga perlu paham bahwa semua siswa yang berada di sekolah tingkat keinginan belajarnya bervariasi. Jika dulu saya saat berkuliah sangat termotivasi membuat anak-anak pintar, lebih-lebih saya juga mengajar les yang pada umumnya berisi anak-anak yang memang ingin paham materi belajarnya, maka sekarang fokus saya mencerdaskan anak secara akademik harus bergeser: membuat mereka mampu belajar secara mandiri untuk mengurus diri dan sekitarnya.

Kenyataan tentang beda mengajar murid les dan sekolahan saya sadari setelah sekian tahun mengajar di sekolahan. Anak-anak yang les, mereka tentu sudah sadar ingin belajar lebih dalam materi tertentu. Mereka bersiap menambah pengetahuan dari apa yang mereka terima di sekolah. Jumlah anak les pun sekelas tidak banyak, kecuali kelas-kelas les ternama yang bisa mencapai jumlah siswa satu kelas di sekolahan negeri. Berbeda dengan anak-anak di sekolah, isinya macam-macam sekitar 36-37 anak. Ada anak yang sudah bersiap membaca materi atau mencari di internet apa yang akan mereka pelajari, tidak sedikit juga yang hanya sekedar hadir raganya di dalam kelas. Apalagi saat ini tidak ada Ujian Akhir Nasional atau tes masuk sekolah di semua tempat, hanya beberapa sekolah saja yang masih menerapkan tes karena menolak ikut zonasi.

Jadi, apakah mengajar di era sekarang lebih rumit dari jaman dulu? Saya tidak berani menjawab karena dulu saya belum pernah mengajar di sekolahan, dulu saya masih siswa atau mahasiswa😅. Hanya saja mengajar di jaman ini, saya merasa tidak seidealis saat menjadi mahasiswa. Saya hanya merasa perlu berusaha agar siapa saja yang ada di kelas saya mau tergerak hati dan raganya untuk tergerak belajar dengan kecepatan belajar masing-masing. Karena saya percaya, belajar adalah satu skill yang perlu dimiliki seseorang untuk bertahan hidup di dunia yang fana ini sambil mengumpulkan bekal untuk di akhirat nanti. 

NB: InsyaAllah saya akan update lagi tulisan ini bila ada ide lain lagi. Karena semua yang diajarkan di bangku kuliah bisa saja berbeda dengan kondisi yang ada.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)