11/04/2019

Pelajaran Keimanan dalam Acara Siraman Qolbu

Setiap hari antara pukul 05.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB (dengan waktu mulai dan berakhir yang berubah-ubah atau tidak pasti), kita bisa sejenak mengikuti acara Siraman Qolbu di Mnctv. Bila tidak memungkinkan menonton sampai selesai, beberapa menit menonton acara ini dapat menambah wawasan bagaimana kita mengukur keimanan kita terhadap Allah Swt. 

Siraman Qolbu dipandu pembawa acara terkenal Irfan Hakim, dengan seorang narasumber tetap bernama Ustad Danu. Bisa dibilang, acara ini bukan acara baru. Ustad Danu pernah berada di acara sejenis dengan nama program tv dan dipandu MC yang berbeda. Saya lupa nama acaranya, tapi seingat saya … dulu…acara tersebut disiarkan di stasiun tv bernama TPI.

Kurang lebih, acara diawali sapaan MC kepada pemirsa di rumah dan hadirin di studio. Kemudian MC mempersilahkan Ustad Danu menyampaikan materi terkait tema pada hari tersebut beberapa menit. Lalu setelah diselingi beberapa iklan, acara berlanjut dengan menghadirkan beberapa orang yang ingin bercerita dan bertanya kepada Ustad Danu mengenai kondisi kesehatan jasmani dan rohani yang mengganggu mereka. Sesi inilah yang saya anggap menarik. Selain mengetahui solusi yang diperbincangkan antara Ustad Danu dan para partisipan yang bercerita, saya menjadi tahu bahwa penyakit apapun, insyaAllah ada kaitannya dengan amal perbuatan kita sehari-hari. Bila usia partisipan masih belum baligh, penyakit yang ada disebabkan karena dosa dan kesalahan para orangtuanya. Tentu, di akhir diskusi dengan tiap-tiap partisipan, Ustad Danu akan memimpin doa untuk memohonkan ampun atas dosa-dosa dan kesalahan tiap partisipan kepada Allah Swt. Bagian doa yang bisa ditiru untuk dibaca siapa saja.


Penyakit pada manusia

Ngomong-ngomong tentang penyakit yang diderita seseorang, saya sangat sering mendengar riwayat berikut. 
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim)

Sebuah riwayat yang saya artikan bila saya sakit berarti Allah sedang membersihkan dosa saya. Padahal belum tentu demikian. Malahan, setelah saya mengikuti acara Siraman Qolbu, saya menjadi tersadarkan bahwa ampunan itu benar-benar hak-nya Allah. Allah mau mengampuni, atau Allah tidak mau mengampuni dosa manusia, jelas kekuasaan Allah semata. Tidak bisa langsung diartikan setiap orang yang sakit pasti sedang diampuni dosa-dosanya oleh Allah Swt. 

Masih dalam acara Siraman Qolbu, Ustad Danu juga sering kembali mengingatkan pada firman Allah ta’ala, 
“Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syuura: 30). 
Berangkat dari ayat inilah, sebaiknya kita memandang bahwa apa yang menimpa diri –termasuk penyakit – adalah disebabkan oleh amal perbuatan kita. Mulai dari ‘Apakah ibadah kita benar-benar ditujukan kepada Allah Ta’ala atau untuk memperoleh duniawi?’, ‘Apakah tingkah laku kita sudah baik terhadap orangtua/pasangan/anak/kerabat/sekitar kita?’, atau “Apakah kita sering bersedih berlarut-larut ketika kecewa pada sesuatu?’ , atau ‘Selama ini masih sering mengamalkan ajaran dukun?’ semuanya bisa menjadi penyebab adanya penyakit. Allah memberikan penyakit-penyakit tertentu untuk menyadarkan manusia segera mohon ampun dan memperbaiki diri sesuai dengan ketentuan Allah. Selanjutnya, hanya hak Allah-lah mau atau tidak mau dalam mengampuni seorang hamba, dan hanya kuasa-Nya lah seseorang bisa sembuh dari suatu penyakit.

Melalui penelitian yang pernah Ustad Danu lakukan, penyakit di bagian tubuh tertentu disebabkan oleh perbuatan tertentu yang tidak sesuai di hadapan Allah Swt. Misal ada partisipan yang mengeluh karena sariawan yang tidak kunjung sembuh. Ustad Danu bercerita bahwa biasanya orang yang sering berbicara pedas bisa mengidap penyakit ini. Solusinya, partisipan tersebut harus sering-sering beristighfar, belajar untuk berbicara dengan baik dan tidak pedas terhadap siapa saja lawan bicaranya. Kemudian, ada partisipan yang menderita diabet atau penyakit gula darah. Ustad Danu akan bertanya kepada pendamping (suami/isteri) dari partisipan tersebut, tentang bagaimana partisipan mengutarakan pendapatnya. Penyakit gula biasa diidap orang yang suka merasa pendapatnya paling benar, manis, kalau menasehati orang lain ingin segera diikuti, tapi bila tidak diikuti akan merasa jengkel dan marah. Dan banyak penyakit lainya.

Lalu bagaimana solusinya? Tentu dengan cara bertaubat. Banyak-banyak beristighfar kepada Allah, meminta maaf kepada orang-orang yang disakiti (orangtua/pasangan/kerabat), dan belajar mengubah perilaku yang sesuai syariat Islam. InsyaAllah penyakit yang ada akan diringankan oeh Allah Swt.

Keimanan kepada hal ghaib

Selain penyakit karena perilaku diri yang kurang sesuai dihadapan Allah Ta’ala, ada partisipan yang bercerita tentang penyakit yang tidak terdeteksi pemeriksaan doketer. Dengan kata lain, rasa sakit yang dirasakan partisipan terasa nyata tetapi tidak ada bukti luka lewat pemeriksaan mesin-mesin kedokteran. Penyakit-penyakit tersebut diduga hasil dari gangguan bangsa jin.

Lagi-lagi, saya merasa mendapat tambahan pengetahuan tentang menghadapi sesuatu yang ghaib. Hal-hal yang secara tidak sadar menarik saya untuk membaca novel atau menonton film berkaitan dengan hantu. Padahal, saya juga tidak merasa bertambah nyaman untuk menemukan hal-hal yang ingin saya ketahui lewat kedua cara ini. Lewat acara Siraman Qolbu inilah, saya merasa sedikit tahu bagaimana sebaiknya memandang bagsa yang satu ini.

Segala makhluk, baik manusia dan jin diciptakan oleh Allah Swt. Dengan demikian, bila jin mengganggu atau menyerang manusia, itu juga atas ijin Allah. Misal ada seseorang yang mengirim sihir kepada orang lain, terkena atau tidaknya serangan atas orang yang ditargetkan para dukun tersebut juga atas ijin Allah. Allah tahu tingkat keimanan seorang hamba. Lalu menurut Ustad Danu, jin juga tahu seberapa besar keimanan seorang manusia terhadap Allah Swt.  Semakin tinggi iman seorang manusia terhadap Allah Swt, semakin segan jin hendak mengganggu.

Pembahasan mengenai ‘goda-menggoda’ ini juga berkaitan dengan bagaimana sebaiknya kita berdoa dan beribadah kepada Allah Swt. Sholat, puasa, mengaji, sedekah, semuanya harus ditujukan kepada Allah Ta’ala. Bentuk-bentuk kegiatan seperti itu adalah bentuk ibadah antara manusia kepada Allah. Andai ada orang yang melakukan sholat untuk mengusir jin, berpuasa/mengaji/sedekah untuk mendapatkan sesuatu, itu semua bukan untuk Allah Ta’ala. Tentu orang-orang demikian akan mendapat dari apa yang diinginkan, tapi bukan dari Allah Ta’ala. Dengan kata lain, nilai pahala untuk akhirat-nya hangus. Lalu, darimana terkabulnya keinginan-keinginan melalui puasa, mengaji dsb itu? Tentu bukan dari Allah Ta’ala.

Itulah mengapa kita perlu meluruskan niat beribadah karena Allah Ta’ala. Bila amal perbuatan tidak sesuai dengan syariat Islam, para jin-lah yang akan datang terpanggil mendekat kepada manusia tersebut. Ibadah tidak bisa digunakan untuk mengusir jin, hanya Allah-lah yang bisa melindungi manusia dari gangguan jin. Bagaimana agar tidak diganggu jin? Dengan cara meningkatkan keimanan kepada Allah Swt di seluruh aspek kehidupan. 

Bentuk nyata keimanan

Sejak SD, saya teringat guru saya memberikan materi rukun iman: iman kepada Allah, iman kepada malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada nabi dan rosul Allah, iman kepada hari akhir, lalu iman kepada qada dan qadar (takdir baik dan takdir buruk). Nyatanya, saya menyadari kedalaman pemahaman mengenai iman-iman ini masih dangkal saat mendengar penjelasan kontekstual dalam acara Siraman Qolbu. Khususnya rukun iman keenam.

Banyak partisipan menyampaikan kegelisahannya selama beberapa tahun belakangan. Sering mendengar seperti bisikan, “mati” atau hal-hal lain yang membuat sedih, merasa tak berguna, atau bahkan menangis. Dari berkali-kali tayangan acara ini, sudah bisa dipastikan bentuk bisikan seperti ini datangnya dari jin. Lalu mengapa jin bisa datang mengganggu dan mengatakan hal demikian? Apa penyebabnya?

Mengapa bisikan ini ada dan terdengar manusia? Bisikan ini bisa ada karena begitu banyak jin saling berantai yang menyalurkan satu bisikan kepada manusia. Mengapa bisa sampai begitu? Penyebabnya  karena manusia tersebut pernah merasa depresi, bersedih yang berlarut-larut dan berkepanjangan. Merasa putus asa, yang akhirnya mendengar bisikan untuk menyakiti diri atau orang lain. Lalu apa hubungannya merasa putus asa dengan kesalahan manusia di hadapan Allah?

Segala hal yang terjadi atas manusia, baik dan buruknya tergantung atas takdir Allah. Manusia boleh sedih, tapi tidak boleh berlarut-larut. Mengapa? Karena rasa sedih timbul akibat kecewa atas apa yang telah menimpa dirinya. Sedih berlarut-larut menunjukkan bahwa seseorang belum bisa menerima apa yang terjadi. Padahal, ada ketentuan Allah di sana. Dengan kata lain, iman orang tersebut pada takdir Allah tidak ada. Inilah yang tidak sesuai di hadapan Allah Swt. Solusinya, perlu memohon ampun atas rasa sedih yang berlarut-larut. Kemudian mulai belajar menerima segala hal yang terjadi ikhlas karena Allah. 

Melalui permasalahan mengenai kesedihan inilah, saya semakin sadar bahwa apapun yang terlihat tidak menyenangkan dalam hidup sebaiknya benar-benar dikembalikan kepada Allah Swt. Perihal kesedihan pun ternyata berkaitan dengan bagaimana saya harus memahami segala sesuatu yang terjadi berdasarkan takdir. Baik dan buruk takdir yang terjadi, Allah selalu melihat respon makhluk-Nya untuk menghadapi takdir-takdir tersebut. Apakah semakin meningkat keimanan yang ada? Atau semakin jauh?

Masih banyak hal menarik lain yang saya dapatkan dalam acara ini. Hanya saja, saya sendiri masih dalam kondisi belajar menerima apa-apa yang tersampaikan. Sejauh ini, saya menuliskan hal-hal inti yang menurut saya sangat penting untuk disebarkan. Lebih jauh, teman-teman perlu menonton langsung acara Siraman Qolbu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik lagi.

Lewat acara ini, saya mulai belajar dan berusaha berhati-hati dalam berkata-kata, berusaha merespon komentar sepedas apapun dalam kehidupan nyata tanpa menimbulkan keinginan marah dalam diri sendiri. Bukan semata marah adalah sumber segala penyakit, lebih-lebih agar tidak mendapat nilai buruk di hadapan Allah Swt. Selain itu, saya juga terus belajar menata pikiran agar memikirkan yang positif dan tidak mudah berprasangka buruk. Segala sesuatu perbuatan makhluk sudah ada balasan sendiri dari Allah Ta'ala.

Semoga saat sakit menyapa, kita bisa segera teringat untuk bertaubat atas dosa dan kesalahan yang ada. InsyaAllah, dosa-dosa hamba yang sakit akan gugur bila Allah menerima tobat yang ada.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)