30/03/2017

Customized

Beberapa hari yang lalu, saya menyadari bahwa blogspot menawarkan beberapa bentuk tema baru. Bila diamati, beberapa tema yang ada mirip dengan tema yang ditawarkan wordpress. Itupun juga dilengkapi dengan menu 'customize' yang bisa memberikan saya keleluasaan mengatur tampilan tertentu dari tema yang dipilih. 

Tidak hanya tampilan blog yang bersifat 'customized'. Ternyata kehidupan sehari-hari pun juga bersifat 'customized'. Ini saya sadari ketika saya membeli batagor di sebuah warung yang ramai pengunjung kemarin. Saat saya menunggu pesanan saya dibungkus, penjual bertanya pada beberapa pembeli mengenai apa yang mereka pesan.

"Dua porsi isinya sama ya...dua siomay dan dua tahu," ujar seorang ibu muda yang datang dengan suaminya.

Lalu pedagang beralih pada orang yang duduk sendirian dan mendapat jawaban, "tidak pakai tahu."


Saya kembali memperhatikan pegawai lain yang memotong-motong siomay,  pesanan sebelum saya. Sambil mengulang-ulang kata semacam 'tidak pakai tahu' dia beralih memindahkan beberapa pesanan yang siap dan mengambil piring baru, lalu mengeksekusi beberapa piring pesanan saya.


Tidak jarang para penjual ini kerepotan menghafal pesanan sampai kadang perlu bertanya kembali pada pembeli yang ada saat ramai. Bisa dipastikan tiap pesanan memiliki sesuatu yang beda dari satu porsi makanan yang dijual. Jenis makanan yang 'customized' untuk tiap pelanggan. Andai ada beberapa langganan tetap, pasti para penjual ini berupaya untuk menyimpan setting 'customized' ini dalam memori mereka. Sesuatu yang memudahkan mereka untuk cukup berujar, "seperti biasanya ya."Itu kalau terjadi dalam lingkup antar manusia dalam sekumpulan komunitas batagor. Bagaimana dengan yan lain? Pasti pola serupa juga ada. Apalagi, para pedagang ini merasa harus menguasai keterampilan mengingat selera banyak pembeli yang 'customized'. 


Sayangnya, saya seringkali lupa kalau sebagai manusia, saya sendiri sering mengutak-atik 'customize' dari segala pemberian Rabb-Nya melalui doa dan usaha. Jauh melebihi kemampuan seorang penjual, Allah pasti amat paham apa yang tak terkatakan lisan dan bahkan hanya sebuah niatan. Namun sudahkah saya berterimakasih atas apa yang Ia berikan? Bukankah tanpa memesanpun, seringkali Allah lebih tau apa yang pantas untuk saya. Itupun seringkali saya sadari  dengan terlambat. Akhirnya, mulai sekarang sudah sepatutnya saya perlu bertanya, "Sudahkah saya bersyukur hari ini?"

2 comments:

  1. Analogi sederhana tentang manusia yang senang berjalaan keluar garis dari ketetapan yang kuasa ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya.. Hehe..
      Thank you sudah mampir kemari :)

      Delete

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)