sumber |
Kalau
saya melihat teman-teman yang sudah berkeluarga, terlihat keceriaan mereka
melalui foto yang ter-upload di medsos. Meskipun menurut saya pribadi,
hendaknya idak perlu berkali-kali meng-upload demi keselamatan
putra-putri mereka di dunia maya dan nyata. Iya, sekarang kejahatan tidak
melulu melibatkan anak perempuan, tetapi anak lelaki juga terancam dari pelaku pelecehan seksual. Bahkan semakin memprihatinkan, bila foto
profil teman-teman yang berubah menjadi foto anak-anak kebanggan kalian. Jadi,
teman-teman perlu meminimalisir apa-apa yang terposting di media sosial meskipun kalian tergoda untuk memamerkan anak yang lucu nan menggemaskan.
Karena
kali ini saya ingin sedikit menulis mengenai ‘cinta terhadap anak’, saya mengajak
teman-teman juga beralih memandang orang-orang yang sepantaran dengan
nenek-kakek kita. Sebijak-bijak nya orang-orang yang berusia sekian, ternyata masih
ada celah tak terungkap artikel-artikel kekinian mengenai ‘kebijakan’ yang
mereka putuskan. Iya, selama ini kita hanya tahu “Muliakan orang-orang yang
lebih tua karena mereka begitu paham asam dan garam kehidupan”. Dengan demikian, kita perlu belajar banyak pengalaman dari mereka, entah itu mengambil yang baik dan mencegah hal yang buruk kembali terjadi di generasi sekarang.
Pernah
mendengar berita tentang anak yang menggugat ibu nya yang tua renta di
pengadilan karena masalah tanah? Entah saya lupa itu berita tahun berapa. Sekilas,
saya akan berteriak “Dasar!!! Anak durhaka! Tak tahu balas budi terhadap
ibunya!”. Namun benarkah demikian? Kalau dipikir-pikir sekarang, seharusnya saya diam tanpa berkomentar karena saya
benar-benar tidak mengetahui masalah yang sebenarnya. Intinya, saya sangat ceroboh
menilai sebuah berita karena kemampuan pemahaman bermacam “kemungkinan” yang saya
miliki terbatas pengalaman.
Suatu
ketika saya menyadari bahwa ada “kemungkinan” lain mengenai masalah perseteruan
ibu renta dengan anaknya tersebut muncul. Iya, ini hanya “kemungkinan” karena saya
mendapati kisah-kisah pengalaman hidup dari keluarga-keluarga yang berseteru
(orang-orang seusia nenek/kakek dengan anak-anak nya) ribut masalah tanah atau
warisan. Warisan yang dibagi atas dasar “cinta” tak adil. Suatu hal yang
mungkin belum teman-teman pikirkan ketika teman-teman masih bercanda dengan
kelucuan putra-putri kalian.
Beberapa keluarga
yang memiliki banyak anak (orang-orang yang seusia dengan nenek/kakek/buyut), menunjukan
bahwa orang tua memiliki kecenderungan “cinta” terhadap beberapa anak saja. Iya,
ini bukan sinetron klasik tapi kenyataan. Saya tidak
menyatakan mereka tidak mencintai anak yang lain, tetapi lebih menekankan bahwa
orang tua tipe ini memberikan ‘kelebihan’ hak terhadap anak-anak terpilih. Apa
dampak yang ditimbulkan? Macam-macam… tergantung bagaimana si anak memandang
orang tua nya. ‘oh Mereka pilih kasih ya..’, ‘oh.. Aku ga dianggap anak’, ‘oh..
Aku ga dapat apa-apa’, dan bisa jadi rasa
iri hati dan dendam bisa memecah belah keluarga yang ada. Ironis ya? Ada anak-anak yang mudah memaafkan perilaku orang tua ini namun tentu saja tidak semuanya. Pun bagaimana juga balasan yang nanti diterima oleh orang tua penelantar hak di kemudian 'hari'?
Kembali ke berita si ibu dan anak di pengadilan, saya benar-benar merasa menyesal waktu ikutan berkomentar “oh si anak ini ga punya hati melaporkan si ibu ke pengadilan” padahal ada kemungkinan lain disini: ‘si anak bisa jadi sudah meminta hak nya pada si ibu baik-baik karena dia tidak mendapat apa-apa atau sedikit' (berdasarkan hukum tertentu). Lalu ternyata cara baik-baik yang dilakukan tidak mendapatkan hasil karena adanya kecenderungan cinta ibu terhadap anak lain begitu besar – atau bahkan tekanan dari saudara kandungnya sendiri terhadap ibu yang tak mau tahu kondisi si pelapor – yang akhirnya membuat pelapor meminta bantuan keadilan hukum di pengadilan. Kemudian tentu saja… terbit lah berita ‘anak yang melaporkan ibu nya masalah warisan’ yang mengundang reaksi umpatan ‘anak durhaka’ dari banyak pembaca. Yang tidak saya ketahui saat itu adalah: alasan pelapor melaporkan, bagaimana sikap si ibu terhadap anak-anaknya, dan tentu saja kondisi lain yang terlibat (hutang, anak lain yang menuntut hak lebih, dll). Tentu saja kemungkinan ini muncul setelah mengetahui bahwa tidak sedikit keluarga yang bertikai karena masalah pemberian lah, warisan lah, pembunuhan lah, judi lah, tidak diakui menjadi anak lah, dan apalah-apalah yang membuat saya perlu 'awas' untuk memunculkan beragam kemungkinan ketika melihat suatu kejadian atau berita.
Kembali ke berita si ibu dan anak di pengadilan, saya benar-benar merasa menyesal waktu ikutan berkomentar “oh si anak ini ga punya hati melaporkan si ibu ke pengadilan” padahal ada kemungkinan lain disini: ‘si anak bisa jadi sudah meminta hak nya pada si ibu baik-baik karena dia tidak mendapat apa-apa atau sedikit' (berdasarkan hukum tertentu). Lalu ternyata cara baik-baik yang dilakukan tidak mendapatkan hasil karena adanya kecenderungan cinta ibu terhadap anak lain begitu besar – atau bahkan tekanan dari saudara kandungnya sendiri terhadap ibu yang tak mau tahu kondisi si pelapor – yang akhirnya membuat pelapor meminta bantuan keadilan hukum di pengadilan. Kemudian tentu saja… terbit lah berita ‘anak yang melaporkan ibu nya masalah warisan’ yang mengundang reaksi umpatan ‘anak durhaka’ dari banyak pembaca. Yang tidak saya ketahui saat itu adalah: alasan pelapor melaporkan, bagaimana sikap si ibu terhadap anak-anaknya, dan tentu saja kondisi lain yang terlibat (hutang, anak lain yang menuntut hak lebih, dll). Tentu saja kemungkinan ini muncul setelah mengetahui bahwa tidak sedikit keluarga yang bertikai karena masalah pemberian lah, warisan lah, pembunuhan lah, judi lah, tidak diakui menjadi anak lah, dan apalah-apalah yang membuat saya perlu 'awas' untuk memunculkan beragam kemungkinan ketika melihat suatu kejadian atau berita.
"Halah.. Aku orang tuanya, bisa apa
kalian!!! Terserah aku
dong mau kasih apa".. bisa terucap dari orang tua saat bertikai dengan keluarga yang lebih muda. padahal, tidak sedikit orang tua yang ada di negara ini juga merupakan penganut agama Islam – yang pembagian hak-hak warisan
telah tersusun rapi dalam kitab, atau perlakuan baik terhadap anak yang terselip dalam beberapa hadist – merasa enteng perihal perlakuan yang berbeda. Mungkin para orang tua seperti ini lupa, saat hidup… mereka bisa berjaya
berucap demikian namun apa lah daya ketika mereka berpindah ‘dunia’ dan keturunan
mereka bertikai karena urusan dunia yang mereka tinggalkan. Bukankah itu semacam
orang tua yang ‘masa bodoh’ atas kebahagiaan anak cucu nya?
Hei teman-teman
yang telah berkeluarga dan menikmati masa lucu-lucu putra-putri kalian, saya
hanya berpesan untuk tetap adil terhadap anak-anak kalian. Mereka adalah amanah
yang Allah titipkan kepada kalian. Tulisan saya tidak melulu mengingatkan kita atas pemberian waris tetapi juga hadiah dan
perlakuan baik. Berilah hadiah dan
kesenangan yang tidak berat sebelah, sesuai proporsi. Anak-anak yang perlu dijaga sampai kalian
menutup mata. Semoga kalian tidak berencana menjadi orang tua yang 'masa bodoh' karena membeda-beda kan anak kalian,
berapa pun usia mereka – dan turut mengingatkan saya bila saya lupa atas apa yang saya tulis ini di kemudian hari. :)
jeru rek....:D
ReplyDeletega kok. cuma refleksi :D
Deletehyaaa
ReplyDeletedan saya termasuk pembaca khilaf berkunjung ke blog ini.
kembali lg, seperti apa orang tua membesarkan.anaknya. jika dengan kasih sayang maka sang anak akan membalasnya, begitu pula sebaliknya
iya benar (:
Delete