Pernah ingat ada iklan atau adegan film tertentu tentang
pemuda yang merelakan tempat duduknya demi digantikan seorang ibu-ibu dalam
transportasi massal? Nampaknya mengharukan ya, mengingat sedikit orang yang peka
dan baik hati merelakan tempat duduk nya untuk penumpang lain yang lebih
membutuhkan. Terlebih lagi jika pemuda tersebut melakukan pertolongan tersebut
bukan pada transpotasi massal yang memiliki tanda prioritas dalam kendaraan tersebut (tanda ini
digunakan untuk mengutamakan manula, wanita hamil atau menggendong bayi serta
penumpang berkebutuhan khusus - biasa ditemukan dalam bus Trans dan beberapa jenis kereta api). Namun tak jarang, sebagian
dari kita enggan beramah-tamah mengalah dalam masalah tempat duduk ini. Pernah kah
terlintas pernyataan 'mungkin tidak hanya sekedar malas berbagi' dalam benak teman-teman?
Beralih pada fenomena enggannya seorang penumpang yang
memberikan tempat duduk nya kepada orang yang dirasa membutuhkan. Kita tidak bisa
melihat secara jelas alasan seseorang
yang enggan memberikan tempat duduk dan ruang terhadap orang tertentu. Lebih-lebih pada transportasi umum antar kota yang tak dilengkapi tanda
prioritas tempat duduk. Ya, transportasi umum seperti ini lah yang ternyata
memiliki celah, dan dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku kejahatan. Apa itu? mereka
memanfaatkan sisi kemanusiaan penumpang untuk memuluskan aksinya dalam transportasi
massal.
Seorang kerabat, pernah menjadi korban pencurian di dalam
bus antar kota. Dia bercerita terdapat seorang nenek-nenek berteriak mengaku
kehilangan uang cash sebesar satu juta rupiah. Karena kasihan, kondektur
memberikan beberapa lembar uang untuk ongkos si nenek nanti, demikian pula
kerabat saya. Setelah beberapa saat, si nenek duduk tepat di dekat kerabat
saya. Si nenek bercerita tanpa henti seolah menarik perhatian kerabat saya.
Hingga menjelang tempat berhenti tujuan kerabat saya, si nenek mengikuti kerabat
saya yang berjalan mendekati kursi sopir. Saat itu si nenek tetap resah dan
banyak berbicara kepada kerabat saya walaupun Ia hanya mendapat sedikit balasan,
sampai-sampai si kondektur menduga bahwa nenek tersebut adalah nenek dari
kerabat saya karena dianggap akrab dan bersama-sama. Saat kerabat saya turun
dari kendaraan tanpa memperhatikan sesiapa yang turun juga dari bus, dia tidak
sadar kalau tas punggung nya dalam keadaan terbuka. Saat sampai di rumah, dia
terkejut bukan kepalang karena ponsel nya raib tanpa jejak.
Teman, saya tidak menuduh si nenek pasti telah berbuat
kejahatan kepada kerabat saya tapi beberapa kemungkinan muncul ke permukaan. Kemungkinan
pertama, si nenek punya kemungkinan besar untuk mengambil karena dia mengikuti
perpindahan kerabat saya selama di bus dan membuat ‘drama’ kehilangan uang
dalam nominal besar. Ini bukan satu-satu nya kisah nyata yang pernah terjadi.
Sahabat saya dan kerabat saya yang lain pernah mengalami momen yang serupa, meskipun
tidak terjadi di dalam bus dan pelaku yang diduga bukan merupakan seorang nenek.
Hanya saja, barang berharga milik sahabat saya berhasil ia selamatkan.
Kemungkinan kedua, si nenek memiliki aliansi dalam bus.
Karena dia sering menarik perhatian kerabat saya, bisa jadi rekan-rekan si
nenek beraksi saat kerabat saya lengah. Nah bagaimana dengan orang-orang yang
duduk dalam bus? Mereka mungkin tidak mengetahui apa yang terjadi karena
kemapuan si pencuri yang lihai, atau
bahkan mereka tidak peduli dan takut karena mereka tahu keamanan mereka
terancam oleh sekelompok orang tertentu.
Kemungkinan ketiga, si nenek benar-benar tidak bersalah dan
dia bukan anggota pencuri di atas bus. Nah kembali pada keengganan masyarakat
untuk berbagi tempat duduk pada manula di atas bus seperti yang disinggung di
awal tulisan ini, saya curiga penumpang bus memiliki rasa was-was terhadap
siapa saja atas barang bawaannya, termasuk manula. Mereka tak ingin menjadi
korban dari orang yang telah ditolongnya.
Kisah keterlibatan manula tidak hanya terjadi di atas bus.
Saya pernah dinasehati agar berhati-hati apabila ada manula yang berujar kartu
atm nya tertelan mesin atm. Labih baik mengajak manula tersebut menemui dan
berkonsultasi dengan satpam atm tersebut. Tidak hanya manula, anak kecil imut
sendirian di tengah jalan sepi meminta di antar ke alamat tertentu juga begitu
menggoda untuk dibantu. Namun lagi-lagi nasihat yang pernah saya terima adalah
membawa dia untuk mendatangi kantor polisi terdekat dan melaporkan akan adanya
anak yang tersesat.
Akhirnya, kemungkinan para pelaku kejahatan tidak hanya mereka yang berusia produktif, beberapa orang tua dan anak kecil – dua generasi yang cukup mudah dalam mengetuk hati
sebagian besar masyarakat untuk memperhatikan mereka – memanfaatkan celah ‘kepedulian’
ini untuk menipu orang di sekitarnya. Semoga kita dapat terus waspada dan selalu
berdoa memohon pertolongan Yang Maha Kuasa agar kita selalu mawas diri dan sadar.
Jangan-jangan, ada sebagian harta yang ‘terambil’ merupakan bagian sedekah yang
seharusnya kita salurkan sebelum kita merasa kehilangan karena terpaksa.
tetiba kangen berkunjung ke blog ini..
ReplyDeletemonggo... krn tidak gabung komunitas blogger jadinya emang sepi2 aja di sini.
ReplyDelete