Suatu hari saya bersama seorang ibu menemui penjual sayur
yang menurutnya merupakan penjual sayur
dengan harga yang paling murah. Sampai di tempat tersebut kami bertemu dengan
beberapa pembeli lain yang asik memilih sayur yang diinginkan. Lalu terdengarlah
penjual itu berujar kurang lebih demikian, “ini ada sawi cuma Rp.2.500 aja satu
gepok (sambil menunjuk dua gepok sawi hijau di samping nya. 1 gepok setara dengan 12-15 ikat sawi)”. Kami semua
takjub melihat ukuran yang ditunjukkan. Bagaimana tidak, kalau pun kami membeli
untuk keperluan sendiri, kami cukup membeli seikat dua ikat saja. Sawi bukan sayur
tahan simpan seperti kentang, dan perlu segera memasaknya agar tak rusak.
Minimal penjual mi ayam lah yang senang jika ditawari hal tersebut. alhasil, saya
melihat wajah-wajah bimbang para pembeli yang sedang mengerubutinya.
“Beli aja, nanti dibagi-bagikan tetangga. Ini mumpung
ramadhan.” Tak pelak, dua pembeli terlihat tertarik untuk melihat gebokan sayur
tersebut dan akhirnya membelinya. Salah satu pembeli tadi adalah ibu-ibu yang
bareng saya di awal cerita. Sampai di rumah nya, ia pun langsung membagi-bagikan
sawi nya itu kepada empat orang tetangga yang tinggal di dekatnya, masing-masing
memperoleh kurang lebih 2 atau 3 ikat sawi. Beliau juga masih dapat menyisakan beberapa ikat sawi untuk persediaan sendiri. “Mumpung saya dapat sawi murah,
memang tidak ada ruginya membaginya dengan tetangga. Kan kalau beli di tempat
lain, satu ikat bisa seribu rupiah.”
Bukan rahasia kalau penjual dengan harga murah disenangi pelanggan. Kita bisa
berhemat dengan mendapat barang dengan kualitas yang sama (standart) dengan kualitas barang dari penjual di tempat lain. Disamping itu, sedikit rasanya
pedagang yang mengingatkan pembeli barangnya untuk membaginya dengan orang
lain. Mungkin saja penjual tersebut hanya ingin barang dagangannya cepat laku dengan
cara memberikan solusi bagaimana menggunakan se-gepok sawi tanpa mubadzir.
Akan tetapi, sekelumit kata nasihat kebaikan yang terlontar nyatanya dapat
mendorong orang lain berbuat kebaikan dengan ringan dan ikhlas. Yah, mungkin
itu lah mengapa, kita memang harus berkata yang baik-baik ya.. karena kita
tidak pernah tahu apakah telinga-telinga di sekitar kita men-sensor kata-kata yang kita ucapkan sebagai
kata-kata yang membunuh atau bahkan menginspirasi.
Salam, 10 hari terakhir di bulan Ramadhan ^^
Kadang kita sering menyepelekan hal kecil, padahal itu merupakan suatu ibadah. Termasuk seperti pedagang sayur itu
ReplyDeleteyup ^^
Delete