03/12/2013

Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah


Beberapa tahun yang lalu, ketika saya beserta teman-teman saya berkerumun di jajaran bangku taman di bawah pohon rindang. Di tengah pembicaraan ala kami (pembicaraan geje tak berujung hehe..), datanglah seseorang membagikan amplop berlabel sebuah lembaga anak yatim beberapa lembar. Mirip seperti yang dilakukan orang-orang yang mengaku dari yayasan tertentu di atas bus antar kota. Beberapa saat kemudian, para amplop telah berada di genggaman pemuda tersebut kembali. Setelah merapal ucapan terima kasih dan doa pada kami, ia meninggalkan kami menuju kerumunan yang lain. Setelah tak terlihat lagi, kami pun membicarakan perihal tersebut.

Dari pembahasan yang ada, satu hal yang saya ingat dari celetukan seorang teman saya sampai saat ini. “niatkan pemberian itu untuk memberi si penerima karena Allah, bukan untuk yayasan tersebut. Selanjutnya, itu urusan dia dengan Allah.” Kurang lebih demikian lah yang ia ucapkan demi menghalau wajah-wajah tegang di sekitarnya, mendorong tetap beramal tanpa mempertimbangkan apa yang akan dilakukan penerima selanjutnya. Mungkin itu terlihat sepele. Namun bagi saya, ingatan mengenai hal itu seperti semilir angin di tengah kebimbangan saya ketika ingin membagi sedikit rezeki ketika sebuah tangan menengadah. Ketika serbuan berita dan kisah nyata tentang segolongan orang menjadikan kegiatan ‘mengemis’ sebagai sebuah profesi yang menjanjikan penghasilan besar.

Kegiatan meminta-minta yang berubah menjadi profesi mungkin sangat mengesalkan bagi banyak orang. Di saat usaha dan peluh dihargai dengan sejumlah imbalan saat ini, sudah pasti timbul keengganan untuk sekedar berbagi pada mereka yang hanya menengadahkan tangan. Sudah sangat sulit membedakan orang-orang yang sangat terhimpit keadaan dengan orang-orang yang menjadikan kegiatan demikian sebagai profesi. Namun berlaku tebang pilih kepada sebenar-benarnya orang yang membutuhkan tidak bisa begitu saja dilakukan. Bisa jadi orang yang menengadahkan tangan adalah pengemis pekerja, orang yang terdesak, atau bisa jadi itu adalah bentuk malaikat yang menyamar. Bagaimana membedakannya? Jangan bertanya. Saya pun tidak tahu bagaimana membedakannya.


Sebagian orang memilih bersifat “aman” dengan membantu secara langsung masyarakat yang tidak mampu tetapi memiliki usaha dalam kesehariannya. Sebagian yang lain memilih mendatangi lembaga terpercaya untuk menyalurkan sedekahnya. Sisanya, seperti halnya orang-orang yang berprinsip seperti teman saya di atas, tetap memberikan sedekah kepada mereka yang menengadahkan tangan. Apa pun itu, semoga kita tetap bisa terus berbagi kepada siapa saja sesuai kemampuan yang ada, berapapun nominalnya, apapun wujudnya, dan bagaimana pun caranya. Bagaimanapun juga, kebaikan sebesar biji sawi pun tetap ada balasannya bukan?  

2 comments:

  1. Ingat sama bulik-e devita sing biasane nepuk2 pundak trus ndoakan kita jadi pns ga? wkwkwkwk....

    ReplyDelete

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)