31/08/2013

Permainan

Mulai dari anak-anak sampai dewasa, kata ini sangat familiar di telinga kita. Bahkan, dunia permainan pun sangat dekat dengan anak-anak. Entah itu permainan yang bertujuan untuk melibatkan anak beraktivitas fisik atau pun mental. Seiring pertambahan usia, permainan pun memiliki makna sebagai kegiatan hiburan atau mengisi waktu luang. Hingga akhirnya, seluruh hidup manusia sangat dekat dengan yang namanya permainan. 

Beberapa waktu lalu, di salah satu stasiun televisi menayangkan acara yang melibatkan peserta anak-anak menghafalkan ayat Al-quran. Sebagai seorang yang mengaku beragama Islam, saya merasa malu saat itu. Ketika teman-teman berkomentar ingin memiliki anak-anak seperti di acara tersebut, saya bertamba malu lagi. Dalam hati saya berujar, “Wah luar biasa sekali teman-teman ini, mereka sudah berharap demikian. Mungkin saja, mereka memang sudah terbiasa juga menjadi penghafal sehingga sudah siap untuk “menularkan” kegiatan yang satu itu untuk bakal keturunannya. Sedangkan saya?”

Tiba-tiba saya membayangkan bagaimana para orang tua itu mendidik putra-putri mereka di usia dini. Kemungkinan besar, para orang tua itu mendidik anak-anak nya hanya sedikit atau bahkan tanpa memperdengarkan sama sekali lagu-lagu semacam “pok ami-ami belalang kupu-kupu”, tapi langsung tartil Quran. Benar saja, pada suatu kesempatan, acara penghafal quran dari kalangan anak-anak itu menayangkan wawancara yang menunjukan bahwa orang tua telah membisikkan ayat-ayat quran pada saat bayi belum berusia satu tahun (maaf saya lupa usia nya). Tentu saja komentar saya, “wow banget ya… .” sesuatu pertanyaan yang kemudian menyusul selanjutnya? Permainan jenis apa yang tidak mengurangi waktu menghafalnya? Atau, berapa jam orang tua tersebut “menjatah” waktu bermain sang anak? Bukankah anak-anak erat sekali dengan dunia bermain dan permainan? Yah, tiba-tiba saya teringat negara berkonflik yang menewaskan anak-anak penghafal quran. Pasti hiburannya cuma menghafal dan membaca quran saja. Andaikan ada mainan, jenis dan jumlahnya pun tak sebanyak di tempat kita…

Beralih pada permainan yang dibahas sebelumnya, saya jadi banyak berpikir. Jangan-jangan, apa-apa yang saya lakukan selama ini masih “ga penting”. Meskipun saya bukan pecandu game, saya lebih suka melihat adik saya bermain game, rasa-rasanya waktu yang ada sebelumnya terlalu banyak yang saya buat “main-main”. Entah itu saya “main-main” dengan cara sikap sok tahu atas kebenaran langkah yang saya ambil dalam hidup, atau sikap tak benar-benar yakin atas ketetapan pencipta saya, sikap yang akhir-akhir ini sedang sangat perlu “dipermak”.

Banyak orang bilang hidup di dunia adalah permainan, namun sepertinya sangat dangkal sekali kalau kita benar-benar hanya bermain-main (bersenang-senang menuruti keinginan dalam hati) dalam hidup ini. Meskipun saya tidak bisa sepenuhnya mengartikan ‘hidup di dunia ini adalah permainan’ itu apa, menurut saya, kita bisa menemukan banyak kesenangan hati “berjangka” atas usaha yang kita lakukan dalam dunia ini. Jika ingin menemukan kesenangan hati “berjangka panjang”, maka sebaik-baik tujuan adalah kehidupan setelah hidup di dunia ini, kehidupan sesudah mati. Jika tidak, setiap hari akan ada banyak “permainan” yang melenakan kita dari hari pembalasan. Mungkin kita perlu kerja sesuai hati entah santai entah berat, bebas pakai cara apa aja, bisa beli apa saja, menjadi populer, dan apa saja yang dirasakan hanya berjangka saat hidup di sini saja. Namun jika kita mengaku percaya bahwa kehidupan sesudah mati itu ada, kita tidak boleh berleha-leha tanpa mempersiapkan bekal untuk “nanti”. Well, hidup di dunia ini tidak mudah bukan? Ajaibnya, entah itu hidup senang atau susah, dua-duanya adalah ujian. Akankah kita “menjauh” atau “mendekat” pada Sang Penguji? Ini terserah kita bukan? J


2 comments:

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)