14/06/2013

Berhitung ala pedagang

Dahulu, awal ketika saya benar-benar memperhatikan kegiatan orang-orang dalam pasar – karena sebelumnya saya hanya ingin membeli dan tidak peduli pada proses yang ternyata banyak sekali berlangsung dalam pasar – begitu takjub dengan kemampuan menghitung pedagang. Mungkin jika di dalam kelas bangku sekolah dasar, kegiatan mencongak diadakan sebelum pulang ke rumah. Namun dapat dipastikan, mayoritas pedagang pasar melakukan ini ketika menghitung dagangannya setiap kali mereka berdagang. Tanpa menggunakan kalkulator, beberapa pedagang memasukkan barang yang telah dibeli satu persatu ke dalam kresek pembeli untuk mendapatkan total harga yang harus dibayar oleh pembeli. Kebanyakan mereka mengucapkan harga dan menghitungnya dengan berbicara jelas. Hehe.. sebuah kegiatan yang menurut saya menyenangkan karena pedagang tersebut tanpa sadar melakukan perhitungan “think out loud” dengan sendirinya dan tanpa sadar pembeli pun ikut “mengecek” hitungan pedagang tersebut. Kesalahan hitungan pun dapat diminimalisir karena ketika macet menghitung di tengah jalan, para pembeli itu turut memberikan jawaban yang benar. Sebuah kegiatan hitung menghitung yang tidak berada di dalam kelas dan sangat tidak terkesan saling menggurui. Hanya berlandaskan ingin menemukan solusi J

Lalu, masih ada hal lain lagi yang menarik juga untuk dicermati. Pedagang mempunyai kemampuan yang mahir perihal menghitung uang (meskipun dapat diakui, anak-anak pun juga mahir menghitung uang hadiah saat lebaran hehe…). Beberapa kemampuan yang biasa terlihat adalah menghitung uang kembalian, menagih pembeli karena uang yang diberikan pembeli masih kurang, atau bahkan berupaya mencari solusi ketika pedagang tidak memiliki sejumlah uang kembalian untuk diberikan kepada pembeli. Hal terakhir yang saya sebutkan mengenai kemampuan tersebut juga menarik untuk dibahas. Misalkan ada sebuah contoh:
Pedagang: “totalnya Rp. 17.000,-“
Pembeli: menyerahkan selembar Rp.20.000,-
Pedagang: “wah ga ada uang kecil hanya ada rp. 10.000,- punya Rp.7.000 ta?”

dalam kesempatan tersebut si pembeli memliki sejumlah uang yang dimaksud. Nah pada akhirnya pembeli menyerahkan Rp.27.000,- dan pedagang memberikan Rp. 10.000,- nya. Lagi-lagi, dalam hal ini pedagang dan pembeli mencari solusi dalam hitung-menghitung.  Hingga nyatalah bahwa perhitungan Rp.17.000 diperoleh tidak melulu dari selisih Rp. 20.000 dan Rp.3.000, atau bahkan melalui penjumlahan Rp.10.000, Rp.5.000, dan Rp. 2.000. Secara alamiah, pedagang pun sudah terbiasa memecahkan masalah dengan beragam kemungkinan jawaban. Open-ended kah? J


Hehe… sepertinya akan banyak hal menarik mengenai matematika sederhana di dalam pasar. Mudah-mudahan pengunjung blog ini tidak akan bosan jika mungkin postingan selanjutnya masih berkutat dengan pasar J

6 comments:

  1. lho, kamu mulai rajin ke pasar ya?
    mulai latihan jadi ibu rumah tangga,hehehe
    *kabur*

    ReplyDelete
  2. iya, jadi anak berbakti dulu :)

    ReplyDelete
  3. Padahal itu belum termasuk ilmu "per-ngenyang-an" dan "perdiskonan"...
    Klo dipelajari di sekolah, kayaknya hal sulit, tapi kalau sudah turun ke "lapangan" jadinya mudah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. kan masih 'kayak'nya he3. diskon ada di smp. tapi kalo per-ngenyang-an itu perlu pengalaman, bukan teori ha3.
      ingat pepatah "alah karena biasa"

      Delete
  4. kompleksitasnya tinggi sebenere,,, tp bisa karena terbiasa itu kuncinya

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya, makanya hidup itu adalah pembelajaran yg tak pernah berhenti

      Delete

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)