19/01/2013

Buku jendela dunia?


Tertohok, demikian saya menyebut kondisi sekitar lima tahun yang lalu ketika mendengar seorang pengajar berujar, “dari mana kamu dapat sumber itu? Siapa yang membuat buku itu? Ingat, selama manusia yang membuatnya, kesalahan pasti ada, karena dia bukan Allah. “ (demikian salah satu wejangan yang saya dengar ketika teman mempresentasikan sebuah materi. Di satu sisi saya sangat bersyukur karena pengajar saya adalah orang beragama). Dari situ, saya mencoba-coba ingat bahwa bertahun-tahun hidup saya lewati dengan menelan mentah-mentah banyak karya manusia. Menganggap bahwa  membaca buku-buku adalah kegiatan mencerahkan. Tidak pernah terpikir bahwa setiap penulis menggunakan “kacamata” nya sendiri untuk memaparkan “fakta” menurut sudut pandangnya. Sampai akhirnya, saya benar-benar menyadari bahwa buku apapun itu merupakan sebuah ide dari seseorang yang didukung oleh apa saja yang bisa dijadikan bukti untuk memperkuat apa yang disampaikannya. Membuka sebuah buku berarti harus siap atas peperangan ide yang ada. Ide penulis dan ide pembaca itu sendiri.

Tahun-tahun sesudah itu, bacaan-bacaan di manapun semakin “terlihat” tujuannya. “oh, ini hanya mencari sensasi”, “oh, ini cukup informatif dan memperingatkan kita untuk waspada dengan standar yang penulis berikan”, hingga “oh, ini tema yang sangat krusial untuk dikembalikan kepada prinsip tiap orang”, dan lain sebagainya. Bagaimana pun juga, membaca memerlukan keterampilan penilaian.

Tidak hanya buku-buku non fiksi, buku-buku fiksi pun tidak lepas dari ideologi dan cara hidup para penulisnya. Bukan hal yang berlebihan kalau saya setuju dengan orang yang menyatakan kurang lebih demikian, “sesuatu yang sama bila disampaikan oleh orang yang berbeda, akan berbeda pula reaksi lawan bicara/penerimanya”. Pernah juga ada yang berpendapat, “jangan lihat siapa yang berbicara tetapi perhatikan apa yang dibicarakan”. Entah kenapa saya agak berat menerima pendapat kedua karena ini ada kaitannya dengan konsistensi dan nilai kepercayaan. Contoh mudah, ketika bertemu orang yang sholatnya bolong-bolong berbicara tentang keutamaan sholat tepat waktu, tentu tidak akan sama dengan mendengarkan hal serupa dari orang yang rajin sholat. Hal ini juga berlaku dalam memilih buku, sehingga kita benar-benar tahu latar belakang penyusun buku, agar kita paham terlebih dahulu buku seperti apa yang kita baca. Sudut pandang mana yang dipakai oleh penulis buku tersebut. Namun tidak jarang, saya pun perlu membaca beberapa hasil karangan penulis yang sama untuk menyimpulkan gaya dan bentuk ide yang diusung oleh penulis tersebut. Biasanya membaca karangan sastra yang tidak mengusung tema agama. Teruntuk yang berkaitan dengan masalah agama, saya lebih memilih membaca keputusan majelis tarjih tertentu saja. Hal ini dikaitkan dengan latar belakang saya yang ‘kurang’ untuk menyaingi pakar-pakar yang mendalami ilmu-ilmu tersebut, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan saya yang ‘cetek’ dan hanya membaca ‘hasil’ dari tafsir-tafsir terjemahan pemuka agama, seseorang yang tidak mengalami perkembangan kemampuan bahasa arab sama sekali, bahkan penyusutan L

Tidak semua orang mempunyai selera yang sama dalam menu makanan, demikian juga buku. Hal lain yang perlu diperhatikan ketika kita tertarik pada buku-buku ‘best seller’. Saran saya, tidak perlu terlalu antusias menghadapi jenis buku ‘best seller’. Pernah saya membeli sebuah buku ‘best seller’ dengan penulis yang saya ketahui karyanya bagus. Kecewa? Ya tentu saja. Setelah mengetahui keseluruhan isi buku yang tidak sesuai dengan harapan saya, teori tidak perlu terpancing buku ‘best seller’ pun muncul. Akhir cerita, saya menyadari kesalahan yang saya lakukan, menjadi korban penggeneralisasian oleh diri sendiri. J

Seingat saya, buku adalah jendela dunia. Lewat dia, kta tahu beraneka ragamnya pemandangan yang bisa ditangkap oleh mata. Namun, indah atau tidak nya pemandangan yang tertangkap mata, tidak luput juga keterlibatan kerja ‘lensa’, atau bahkan ‘kacamata’ yang digunakan. J

4 comments:

  1. dengan membaca sebuah buku maka akan membuka pemikiran seorang penulis, so pintar-pintarnya kita memilah bahan bacaan yang akan kita "makan".

    ReplyDelete
  2. baca saja buku yang ingin kita baca, apapun bukunya itu,pasti ada sisi baik dan buruknya, darisana bisa kita ambil banyak pelajaran (baik dan buruk) :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya Ridwan, krn tiap orang punya standar. Trims sudah mampir :D

      Delete

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)