27/09/2012

Ayo hidup sehat ....


“Sehat itu mahal. Eh..? sebenarnya se.. sakit itu lebih mahal lho daripada sehat. Bayangkan aja berapa uang yang dikeluarkan untuk biaya pengobatan. Nah mahal kan.”
Beberapa buah dan sayur yang dikonsumsi akhir-akhir ini

Kurang lebih begitulah kutipan langsung hasil dari mengobrol dengan seorang ibu pasca operasi katarak ketika saya mengantar ayah saya berobat ke salah satu rumah sakit mata suatu hari. Ngomong-ngomong tentang kesehatan itu memang tergantung darimana kita melihat “mahal”nya suatu kondisi. Ketika sakit, seseorang bisa saja berujar, “sehat itu mahal”. Karena ga hanya perlu biaya untuk “mengkhatamkan” perawatan di rumah sakit tapi juga perlu waktu yang tidak sebentar untuk kondisi pemulihan. Jika dilihat dari keadaan sehat, tidak mengalami sakit, itu merupakan perasaan yang membahagiakan, sehingga kita bisa berujar “sehat itu murah dan sakit itu mahal”. Memang, untuk mengerti arti “bahagia-nya” ketika sehat, seseorang perlu merasakan sakit terlebih dahulu. Namun, tidak jarang, “lupa” atas rasa yang pernah di dapat juga mempengaruhi siapa saja untuk kembali melakukan kebiasaan yang bisa membalikkan keadaannya dari sehat menjadi sakit. Meskipun, takdir Allah tetap berperan di dalam nya, seringkali apa yang kita lakukan itu kembali kepada diri kita sendiri.

Pernah beberapa kali “tidur-tiduran” di rumah sakit cukup membuat saya merasa bahwa kesehatan adalah sesuatu yang sangat berharga untuk dijaga dalam situasi apapun. Kadang sesekali berjalan melewati kamar ICU saja tiba-tiba ikut merasa miriiiiiiis banget melihat keluarga pasien yang memiliki tatapan hampa atas sanak kerabat yang ada di dalam ruang ICU. Rasanya, saya ga pengen lagi membuat keluarga saya mengulang kejadian serupa suatu hari nanti (semoga Allah selalu memberikan kesehatan, Aamiin), ga lagi masuk ICU atau sekedar ngamar di RS. Stress dan kesedihan merupakan salah satu faktor penyebab yang bisa sewaktu-waktu “membunuh” kesadaran saya untuk peduli terhadap diri saya sendiri. Ini lah mengapa kadang-kadang saya rada “kehabisan akal” meyakinkan beberapa orang ketika mereka memiliki kebiasaan yang bisa mengganggu kesehatannya suatu saat nanti. Fakta dan teori aja ga cukup untuk meyakinkan teman-teman bahkan orang-orang terdekat untuk menjaga kesehatan, apalagi mengubah kebiasaan untuk tidak melakukan sesuatu. Kadang… rasa sakit diperlukan untuk memperoleh pelajaran bahwa selama ini kita mungkin memiliki kebiasaan yang salah atau tanpa sadar membuat keluarga atau orang-orang terdekat merasa khawatir. Bagi saya yang pernah menjadi pasien, melihat wajah cemas keluarga yang datang menjenguk/menemani lebih menyakitkan daripada injeksi berkali-kali.

Lambat laun, saya merasa kebiasaan saya kurang sehat selama ini. Akhir-akhir ini banyak kebiasaan yang perlu diubah. Yang tadinya penggemar mie instan mulai mengurangi frekuensi dalam mengonsumsi mi instan. Terbiasa mengonsumsi makanan ber-MSG seperti menambahkan micin ke dalam masakan, menjadi terbiasa makan masakan tanpa micin (tentu saja rasanya sangat tawar bin aneh pada awalnya; merasakan bahwa makanan yang dibeli di luar rumah lebih terasa enak daripada masakan yang dibuat didalam rumah – apalagi yang dibuat oleh saya sendiri) yang mana terasa enak juga lama-lama. Mungkin sudah terbiasa makan dengan rasa demikian atau skill mengolah juga sudah bertambah (walaupun tidak akan pernah menandingi rasa yang dibuat oleh ibu saya sendiri tentunya). Lalu kebiasaan untuk mengonsumsi minuman ber-rasa buah berubah menjadi minum hasil blender sendiri buah-buahan yang diinginkan, mengingat bahwa harga vitamin di pasaran juga mahal (hasil review dari para sales multilevelmarketing yang “sowan” ke rumah, wow.. berapa ratus ribu keluar untuk menjamin asupan vitamin dan suplai anti oksidan dalam tubuh tetap tersedia. Memang sih, saya masih sangat perlu anti oksidan. Tapi ya… saya juga mau hemat teman..). singkatnya, hidup sehat itu memang sulit untuk dilaksanakan tetapi bukan berarti tidak mungkin bukan? Apalagi mengubah kebiasaan memerlukan waktu bertahun-tahun. Alhamdulillah perubahan pun bisa terjadi karena seisi rumah juga turut mendukung menjalankan kebiasaan sehat setiap hari. Ikut minum jus buah, ikut makan masakan non MSG tanpa komplain, memperkecil frekuensi membeli makanan di luar rumah, bahkan melakukan treatment yang dilakukan orang tua saya (dalam rangka menghindari kenaikan kolesterol dalam darah mereka) menghindari konsumsi minyak berlebih dengan cara memeras gorengan dengan kertas merang terlebih dahulu. Kebiasaan buruk lain yang perlu ditekan dengan keras adalah mendahulukan tidur daripada makan. Ini buruk sekali bagi perut, apalagi dalam keadaan lapar, lelah dan melewati jam makan. iya kalau lagi puasa, kalau habis begadang dan mengabaikan jam makan itu cukup fatal ternyata, hahahaha…

Teman… hidup sehat dan menumbuhkan kebiasaan sehat itu menyenangkan. Mungkin yang saya lakukan masih sedikit sekali dari berjuta cara sehat yang beredar di luar sana. Namun, rentang waktu dalam hidup itu adalah waktu untuk terus belajar menjadi orang yang baik bukan? Terlepas dari ketentuan ajal itu telah ditentukan oleh Allah, bisa melihat bahwa keluarga/orang-orang kita cintai tidak merasa was-was atas kebiasaan yang kita lakukan, bukankah itu sudah merupakan suatu kebahagiaan?

Mari kita jaga kesehatan tubuh kita J

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)