16/11/2011

Permanent resident

Menjadi permanent resident di suatu negara PASTI mempunyai persyaratan yang perlu dipenuhi. Beberapa point penting seperti: Bahasa, pekerjaan/keahlian, pernikahan dengan warga permanent resident adalah hal-hal yang berkaitan dengan proses permohonan menjadi permanent resident. Berikut adalah cerita dan sedikit info untuk Anda yang berminat menjadi permanent resident di Australia.

Sebagai seorang applicant, ia perlu mempunyai score IELTS minimal 7 (secara total seluruh band), dan score pada tiap band-nya minimal 6. Kemudian, ada point lain yang dapat memperkuat applicant diterima sebagai permanent resident di negara bagian ini. Dia bekerja di Australia. Syarat utama mendapat pekerjaan ‘keahlian’ di Australia adalah mendapat sertifikat yang diakui negara ini. Misal, seseorang yg mahir membuat makanan manis perlu mempunyai semacam certificate of pastry and cake dari lembaga yang dipercaya di Australia. Perlu ambil course untuk dapat sertifikat ini. Hal lain yang bisa digunakan untuk menunjukkan keahlian yang diakui di Australia adalah pernah berkuliah di Australia, atau dengan kata lain ‘telah memiliki ijazah’ dari lembaga tinggi atau universitas di Australia. Dengan demikian, applicant mempunyai pekerjaan di negara ini, hemat saya: applicant bekerja untuk negara ini. Namun, saya juga pernah bertemu dengan seseorang yang bekerja pada perusahaan Indonesia yang bekerjasama dengan Australia, orang ini juga telah tinggal di Perth untuk sekian tahun bersama keluarganya. Sayangnya, waktu bertemu dengan orang itu, saya tidak menanyakan apakah ia telah menjadi permanent resident atau belum.

Cara lain yang ditempuh seseorang untuk menjadi permanent resident di negara ini adalah dengan cara menikah dengan seorang permanent resident. Pertanyaannya adalah, siapa sajakah permanent resident itu? Siapa pun pasti akan meng-iya kan jawaban bahwa warga Australia asli adalah permanent resident. Tapi yang mungkin kurang diketahui ialah segala warga negara di dunia adalah permanent resident di Australia jika aplikasi mereka diterima. Bermacam cerita mengenai bagaimana menjadi permanent resident beredar. Namun, tulisan ini selanjutnya akan bercerita tentang sebuah keluarga yang menjadi permanent resident di Perth lebih dari 10 tahun.

Hari minggu kemarin, teman-teman dan saya diundang ke sebuah rumah seorang dosen yang mengajar di universitas negeri di Indonesia. Pak dosen yang pernah bertemu dengan kami saat itu tidak ada di tempat namun kami bisa skype-an selama beberapa jam. Seperti guru yang sedang mengabsen para muridnya saja :D  kemudian, sebuah pertanyaan besar pasti muncul. Lho.. pak ini kan dosen negeri? Dengan kata lain, ini orang negara kok bisa jadi subset dari negara lain. How???

Sebelum makan siang, mengobrolah kami dengan ibu tuan rumah. Begini ceritanya. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, sosok yang dikenal pertama oleh kami adalah seorang pak dosen negeri. Menurut saya, cerita keluarga ini menarik. Tentang pegawai negara dan kemiripannya dengan kami yang disekolahkan oleh negara. Katakanlah kami ini anak negara, sekelompok orang yang berkesempatan berada di sini karena kesempatan yang diberikan negara. Dengan demikian, cerita keluarga ini sungguh membuat kami terkesima karena keberadaan kami yang juga berstatus sebagai pelajar, yang juga kadang masih sering membandingkan bagaimana hidup di sini bagaimana hidup disana. Bahkan mungkin menurut saya pribadi, godaan yang paling berat ketika berada di luar negeri (yang lebih maju) adalah godaan untuk menjadi seorang ekspatriat.

Begini, seperti paparan saya di atas, kita bisa menjadi seorang permanent resident jika menikah dengan seorang permanent resident. Dalam kisah ini, yang menjadi applicant pertama adalah Ibu yang tuan rumah yang kami singgahi. Awal kedatangan ibu ini di Australia adalah dalam rangka mendampingi suami yang sedang studi master di Australia, Perth. Sebagai abdi negara, sang pak dosen, agak riskan sekali jika menjadi seorang ‘applicant langsung’ ke pemerintah negara lain. Jadi, mereka memutuskan untuk menjadi permanent resident dari pihak istri. Sang ibu pun melamar menjadi permanent resident dengan beberapa tahapan. Pertama, perlu mempunyai pekerjaan di Australia. Dengan demikian, certificate yang diakui pun perlu tersedia, alhasil ibu ini perlu mengikuti course TEF (semacam diploma) di bidang parsty and cake dan menggunakan certificate tersebut untuk bekerja di bidang tersebut. Kemudian, setelah bekerja (ada bukti slip gaji, tax, dan mungkin hal lain yang diperlukan), IELTS certificate, maka permohonan pun diproses. Bagaimana status sang pak dosen? Beliau menjadi permanent resident melalui sang istri. Lalu bagaimana dengan anak-anak yang tadinya di Indonesia dan diajak ke Australia dan menjadi permanent resident di negara tersebut? Mereka juga diproses di bidang bahasa Inggrisnya. Waktu itu beliau memiliki tiga putra yang kira-kira berada di kelas 5, 3, dan berusia kalau tidak salah 3-5 tahun. Lalu, untuk putra yang telah bersekolah di sekolah dasar, mereka perlu disekolahkan ke sekolah yang menyediakan program bahasa Inggris (istilahnya, mereka masuk sekolah yang bisa menilai kemampuan bahasa Inggris mereka; CLC atau apa gitu), hasilnya adalah putra kedua aman, dan putra pertama perlu ikut semacam course selama beberapa bulan. Putra ketiga tidak perlu mendapat perlakuan seperti kedua kakaknya. Kalau ditanya bagaimana anak-anak mereka saat awal sekolah disini? Jawabannya adalah memang sangat sulit di awal. Perbedaan bahasa menjadi sangat berat untuk mereka. Perbedaan kultur juga, dimana di Indonesia banyak orang dimana-mana, disini perlu mandiri untuk melakukan segala sesuatunya. Akhirnya, sekarang mereka sekeluarga adalah permanent resident di Perth. Pertanyaan selanjutnya adalah apakah mereka bersama-sama dalam satu rumah setiap saat? Jawabannya adalah TIDAK.

Keluarga dalam kisah ini menurut saya keluarga yang kuat dan dinamis. Dalam rumah ini, saya hanya bertemu sang ibu dan seorang orang anak lelakinya, sedangkan satu anak lelakinya baru keluar dan belum kembali (rumah ini berisi sang ibu, anak kedua dan anak ketiga). Sehari-hari, anak kedua sedang asyik berkerja dan konsen di musik sedangkan anak terakhir yang berusia 21 tahun sedang menempuh beberapa semester akhir di UWA. Dimanakah anak pertama dan sang ayah? Ya, mereka berada di tempat yang berbeda. Anak pertama bekerja di Sydney dan sang ayah saat itu berada di Surabaya. Kemudian, pertanyaan iseng teman-teman terlontar,”berapa kali bapak pulang bu?” “nggak mesti, seharusnya hari ini datang tapi karena bapak sakit (kurang jelas bapak siapa yang sakit, sepertinya salah satu orang tuanya) jadi tidak bisa kesini. Cerita itu juga bukan satu-satunya kegagalan berkumpulnya keluarga ini. Pernah ibu ini ke indonesia, bapak ke China. Pernah juga ibu ini ke indonesia lagi, bapak ini ke australia karena keperluan putra kedua, dan banyak cerita lainnya. Yah, ini benar-benar long distance relationship yang sebenarnya. Suatu komitmen yang tidak main-main tentunya karena mereka telah bertahan lebih dari sepuluh tahun. Hehe.. sebuah pertanyaan kemudian muncul. Bagaimana keluarga mereka ke depan? Jawabannya simpel.. “dilihat saja nanti. Mau tinggal dimana saja okay. Kalau anak-anak juga sudah mencar-mencar dan saya sendirian, ya saya dan suami bisa bersama-sama”. Tinggal di mana bu? “di Indo bisa... di sini bisa, toh bapak sudah permanent resident juga”.

Jadi, kisah di atas adalah satu kisah menjadi ‘keluarga permanent resident’ di Australia yang saya ketahui secara langsung sampai saat ini. Sebagai tambahan, seorang teman saya mendapat cerita dari keluarga permanent resident yang lain, sebuah keluarga perlu memperpanjang masa berlakunya setiap beberapa tahun sekali (kalau tidak salah, 2 tahun sekali. Jika tidak, perlu pemrosesan ulang dari awal kembali). Okay, demikian cerita bagaimana menjadi permanent resident disini J. Ada yang berkenan berbagi cerita bagaimana menjadi permanent resident di negara lain? Kemudian... dengan adanya ini, saya jadi bertanya.. bagaimana syarat menjadi permanent reseident di Indonesia?

4 comments:

  1. menarik...
    kalo jadi permanen resident, berarti dia pindah kewarganegaraan ya? -___-a

    ReplyDelete
  2. @faviandewanta belum tentu. Ada kok seseorang yg punya 2 kewarganegaraan.

    ReplyDelete
  3. Al,al,km g pengen netap dsna kan?
    *ntar qt g bisa hunting2 mi ayam tanpa msg bertiga....:(

    ReplyDelete
  4. @afatsa ga tw :p
    bisa diatur itu. Masih bisa lah kalo urusan ditraktir. G perlu sedih ya :D

    ReplyDelete

Terima kasih atas kesan dan pesan nya. Jangan kapok dan sungkan untuk berkunjung kembali :)